MAKALAH
PENGANTAR
STUDI ISLAM
Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam
Dosen pengampu : Ahmad Munif M.S.I
Oleh
:
Ahmad
Zamroni 1402026035
Eko Irwan Kusuma 1402026026
Condro Mukti Hirnowo
1402026029
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang
Tahun 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Apakah Islam memberikan toleransi
dalam bermasyarakat, terutama dalam urusan agama. Sebagai umat muslim yang
berusaha hendak memperdalam pelajaran, pengetahuan, dan ilmu yang berkaitan
dengan agama terutama di zaman modern yang nampaknya agama harus bisa
menyesuaikan dengan keadaan sekarang tanpa harus disamakan dengan keberadaan
islam seperti pada zaman rosulullah SAW, disini penulis menekankan bahwa bukan
berniat untuk mengubah tatanan aturan yang sudah banyak diatur dari sumber
agama Islam, namun lebih condong untuk menjelaskan problematika posisi dan
sikap agama Islam terhadap kasus-kasus seperti toleran dalam beragama,
bermasyarakat, fanatisme beragama dan pluralisme beragama.
Bahwasannya seperti yang dijelaskan
dalam buku Berislam Secara Toleran,
Eksklusivisme dan fanatisme merupakan penyakit kekakuan mental beragama yang
disebabkan oleh doktrin dogmatis. Lalu, adakah harapan toleran dimasa kini
dalam beragama, atau justru sikap toleransi itu terlalu jauh melesat sehingga
dapat melahirkan islam yang bercampur atau beragam terlebih dengan agama lain.
Hal inilah yang coba dijelaskan oleh penulis.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang
sudah tertera di atas maka rumusan masalah yang kita temukan dan kita ketahui
adalah
1. Bagaimana islam liberal?
2. Bagaimana pandangan islam terhadap
terorisme?
3. Bagaimana pluralisme beragama dalam
islam?
4. Bagaimana keterkaitan antara islam dan
kesetaraan gender?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam
Liberal
Sikap fundamental yang kian menjadi
kepribadian dalam beragama, jika diterapkan pada masyarakat muslim memang
menjadi problematis. Mengenai fundamentalisme Kristen yang dikatakan Djaka
Soetapa berintikan: pertama,
mempertentangkan Allah dengan akal manusia; kedua,
mempertentangkan Kitab Suci (Sacred Text) degan ilmu pengetahuan; ketiga, mengamankan kitab suci terhadap
kritik kitab suci yang “tidak bisa salah”; keempat,
mencap orang yang tidak sependapat dengan itu semua sebagai “kisten yang tidak
benar.”[1]
Bila gagasan fundamentalis[2]
tersebut diterapkan dalam konteks Islam, maka hasilnya adalah: pertama, masalah mempertentangkan Allah
dengan akal manusia; kedua, masalah
mempertentangkan kitab suci (Sacred Text) dengan ilmu pengetahuan; ketiga, masalah kitab suci (kalau dalam
islam berarti al-Qur’an) pada pandangan kaum muslimin terhadap teks-teks
al-Qur’an pada prinsipnya adalah fundamentalis; keempat, masalah mencap orang yang tidak sependapat dengan itu
semua sebagai “Islam yang tidak benar” yang berdampak pada banyaknya saling
klaim tentang kebenaran dalam beragama dan saling menyalahkan satu dengan yang
lainnya karena alasan perbedaan madzhab.
Pemikiran liberalis islam di Indonesia
adalah pemikiran teologis, mendapatkan momentumnya dan sekaligus nanti reaksi
keras dari kalangan yang disebut dengan “fundamentalis” itu. Liberal sendiri
adalah suatu paham yang mengutamakan sikap individu. Liberalisme melahirkan
konsep pentingnya kebebasan hidup dalam berpikir, bertindak, dan berkarya.
Dalam perspektif islam, liberal diartikan sebagai sikap beragama yang
menjunjung kepentingan pribadi dengan alasan bahwa kebebasan pada diri manusia
juga merupakan hak masing-masing individu, yang seperti ini nantinya akan
melahirkan paham yang apatis dalam beragama, hanya mementingkan diri sendiri
untuk melaksanakan kewajiban dalam beragama, yang berujung pada kebebasan
beribadah (menurut kenyamanan sendiri). Prof. Nurcholish Madjid, sering
memaparkan bahwa liberalisasi Islam berarti suatu usaha rasionalitas untuk
memperoleh daya guna dalam berpikir dan bekerja secara maksimal untuk kebahagiaan
umat manusia. Ultimate goal (tujuan
akhir) dari sikap liberal itu dicapai dengan terus menerus mengusahakan segala
perbaikan, baik pribadi maupun masyarakat yang semuanya dilakukan sebagai
panggilan dari The Ultimate Truth,
yaitu Allah sendiri. Sikap modern dan rasionalis ini bukan suatu yang bersifat
kebaratan, namun islam membenarkan rasionalitas dalam arti penggunaan akal pikiran
untuk menemukan kebenaran.
B. Islam
dan Terorisme
Terorisme merupakan sebuah faham yang
mengedepankan kekerasan, teror, ekstriminitas, dan intimidasi. Menurut kamus
yang dikeluarkan oleh akademi perancis tahun 1798 menyebutkan bahwa istilah
terorisme adalah sistem rezim teror. Pengertian lain menjelaskan bahwa
terorisme adalah taktik dan bentuk kekerasan dari komunikasi politik untuk
mengirimkan pesan kepada masyarakat dan pemerintah dengan harapan memancing
emosi mereka dan agar mereka mengubah perilaku dan kebijakan politik.[3] Kemudian
sebutan untuk pelaku terorisme sendiri disebur sebagai teroris, terorisme sendiri populer pada abad ke-18. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa terorisme berasal dari bahasa perancis le terreur yang semula digunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil revolusi perancis yang
mempergunakan kekerasan dan brutal yang berlebihan dengan cara memenggal 40.000
orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya terorisme
digunakan untuk anti pemerintah di rusia.
Terorisme dalam bahasa Arab disebut al-irhab, istilah tersebut digunakan
al-Quran untuk melawan “musuh Tuhan” (QS.Al-Anfal : 60) . Karenanya, kalau kita
mencermati gerakan Islam Politik, pandangan fundamentalistik dan gerakan
radikalistik seringkali digunakan untuk melawan “musuh Tuhan”. Bagi mereka,
barat disebut sebagai salah satu simbol musuh Tuhan, karena mungkin banyak
anggapan mereka yang mengartikan bahwa banyak dari negara barat tidak beragama
islam dan dianggap sebagai musuh mereka selaku para penganut ajaran islam.
Akibatnya, islam yang awalnya mengajarkan kedamaian
berubah menjadi ideologi kekerasan. Jihad yang mula-mula hanya dilegalkan dalam
rangka mempertahankan diri berubah menjadi perang buta demi tujuan ekspansi dan
Islaminasi. Tanpa bisa dihindari, islam yang pada dasarnya mengusung prinsip rahmatan lil alamin (kasih sayang untuk
semua) direduksi sedemikian rupa oleh kelompok konservatif sehingga tampak
seperti agama la’natan lil alamin
(laknat untuk semua) yang menebarkan ancaman global.[4]
Yang sering terjadi akibat dari tindakan
teroris adalah segala permasalahan yang ujung dari masalah tersebut merupakan
kepentingan politik. Dalam mengidentifikasi musuh, Islam politik menggunakan
tiga pandangan mendasar. Pertama,
politik sebagai bagian dari Islam. Berpolitik praktis merupakan kewajiban
(fardlu) bagi setiap muslim. Ini mengakibatkan setiap muslim harus terlibat
dalam politik guna melawan “politik kafir”. Kedua,
Islam sebagai komunitas yang paling benar, sedangkan yang lain dianggap murtad
dengan alasan yang berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu ayat pedang[5],
tanpa memperhatikan ayat-ayat Al-Qur;an secara inklusif.[6] Ketiga, kecenderungan untuk memaksakan
pandangan dengan “tangan besi”, kekerasan, pembunuhan dan perang, yang biasa
disebut dengan jihad fi sabililillah.
(Sa’id Asymawi: 1996: 297).
Terorisme dibagi menjadi beberapa golongan,
yakni terorisme personal yang biasanya dilakukan oleh perorangan tanpa
melibatkan banyak kelompok untuk melancarkan misinya melakukan teror. Contoh
dari tindakan terorisme personal adalah tindakan teror yang biasa dilakukan di
mall-mall atau keramaian, tindakan bunuh diri yang berdampak pada ancaman
terhadap orang lain, ataupun bentuk teror pada bus atau yang lainnya demi
kepentingan pribadi. Jenis teror yang kedua adalah teror kolektif yakni teror
yang dilakukan beberapa orang dengan rapi atau terencana, teror yang seperti
ini biasanya berperan pada kasus-kasus yang menyangkut kepentingan umum, bahkan
negara atau kekuasaan. Teror selanjutnya adalah teror negara (state terorism), bentuk terorisme ini
merupakan teror yang baru dan dilakukan oleh negara. Penggagasnya adalah
perdana menteri Malaysia yaitu Muhathir Muhamad, teror negara biasanya
dilakukan secara terang-terangan dan kasat mata.
Dari ketiga macam bentuk terorisme tersebut
dapat diketahui titik temu yakni sama-sama melakukan tindakan yang banyak
menuai penolakan dari pihak pemerintah maupun rakyat, juga sama-sama mencari
tumbal dan korban untuk memperlihatkan bahwa dengan adanya tindakan terorisme,
siapapun tidak boleh melawan apalagi menghalangi jalan mereka yang dianggap sebagai
penegak beragama. Golongan terorisme bagaikan singa buas yang setiap langkahnya
tidak boleh dihalangi oleh siapapun dan mereka akan melakukan tindakan yang
mereka anggap benar tanpa memperdulikan banyak pihak yang merasakan dampak
ketidaknyamanan terlebih harus meregang nyawa karena tindakan mereka yang
terlalu berlebihan.
C. Islam
dan Pluralisme Beragama
Tanpa harus melacak makna ‘Islam’ dari
kata-kata asalnya seperti salam, silm,
dan sebagainya, kita akan mengutip apa-apa yang dikatakan kamus bahasa Arab
tentang makna islam. Islam berasal dari kata aslama yang berarti menyerahkan sesuatu, menyerahkan diri pada
kekuasaan orang lain, berserah diri kepada tuhan. Sama dengan istaslama yang artinya menyerah,
menyerahkan diri, pasrah, memasuki perdamaian. Definisi lain mengenai Islam
sebagai ungkapan kerendahan hati atau kepasrahan dan ketaatan secara lahiriah
kepada hukum Tuhan serta mewajibkan diri untuk melakukan atau mengatakan apa yang
telah dilakukan dan dikatakan oleh nabi SAW.
Jika kita merujuk kepada beberapa kamus
Al-Qur’an,[7]
kita menemukan makna asal aslama
adalah patuh, pasrah, atau berserah diri. Beberapa kamus al-Qur’an yang lebih
klasik tidak secara jelas menyebutkan makna asal ini, tetapi menyebutkan
tingkatan-tingkatan Islam, yang menunjukkan sebenarnya pada tingkatan
kepasrahan, sama maksud artinya dengan beberapa pengertian diatas.
Menurut bahasa inggris plural adalah banyak (jamak). Pengertian
sederhana pluralisme adalah faham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran,
peradaban, agama, dan budaya. Sedangkan pluralisme agama adalah kondisi hidup
bersama (koeksistensi) antar agama. Pluralisme muncul karena tumbuhnya klaim
dari masing-masing kelompok terhadap pemikirannya sendiri. Semuanya menganggap
benar akan dirinya sendiri dan menganggap bahwa yang lain adalah lebih buruk.
Dari faktor saling klaim tersebut kemudian memicu lahirnya radikalisasi,
terutama dalam urusan agama jika itu menyangkut dengan pluralisme agama, dari
banyak pihak seringkali melakukan hal yang bersifat kekerasan sebagai wujud
tanggapan terhadap golongan lain, akibatnya banyak terjadi perang dan
penindasan agama.
Faktor yang menjadikan munculnya
pluralisme dalam beragama adalah kesatuan manusia (unity of mankind), bahwa
sebenarnya dari sifat-sifat manusiawi sendiri memungkinkan bahwa sesama manusia
harus saling menghormati, saling menjaga kerukunan terlebih bekerjasama tanpa
membedakan dari ras, suku, etnis , ataupun agama. Kemudian faktor yang kedua
adalah keadilan disemua aspek kehidupan.
Ayat-ayat Pluralisme
Apakah orang-orang ‘kafir’ (non muslim)
menerima pahala amal shalehnya ? seperti dijelaskan pada surat Al-Hajj ayat 17
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang
yahudi , orang-orang nasrani, dan orang-orang shabiin[8],
siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari
kemudian, dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari tuhan mereka,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”[9].
Makna
dari ayat itu dijelaskan oleh Sayyid Husseyn Fadhlullah dalam tafsirnya :
Makna
ayat ini sangat jelas.ayat ini menegaskan bahwa keselamatan pada hari akhirat
akan dicapai oleh semua kelompok agama ini yang berbeda-beda dalam pemikiran
dan pandangan agamanya yang berkenaan dengan aqidah dan kehidupan dengan satu
syarat: memenuhi kaidah iman kepada Allah, hari akhir, dan amal shaleh (cetak
tebal dari penulis).[10]
Menurut agama islam “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(islam)” Al-baqarah : 256. Dari arti ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa
agama islam tidak memaksa manusia untuk mengikuti dan wajib mempercayai adanya
agama islam, karena agama islam sendiri tidak memaksa kepada manusia. Ayat
tersebut condong menyetujui pluralisme dalam beragama. Namun dari pengertian
arti tersebut bertolak belakang dengan ayat :
“Barangsiapa mencari agama selain agama
islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia
diakhirat termasuk orang-orang yang rugi” QS. Ali Imran : 85
“Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan
tuhan itu ialah isa al-masih putra maryam” QS.Al-Maidah : 72
“Sesungguhnya agama yang diridhoi allah
adalah islam” QS. Ali Imran : 19
Jika
pluralisme diakui dalam islam, maka tidak ada satupun orang yang dikatakan
kafir, termasuk orang-orang yang berbeda agama.
Menurut agama Kristen
“Tidak
ada keselamatan diluar kristen (no
solvation outside christianity)”
“Tidak
ada keselamatan diluar gereja (Extra
ecclesiam nulla salus)”
Pluralisme di Indonesia dalam sejarahnya
yaitu pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus
Dur. Perjuangannya untuk menyamakan posisi antar umat beragama di Indonesia
sudah banyak yang mengetahui, secara singkatnya, walaupun Gus Dur merupakan
tokoh yang datang dari kalangan NU dan secara spontan banyak pihak yang dibuat
bingung dengan sikap Gus Dur yang mati-matian memberikan kebebasan yang sama
dari banyak agama.
Perdamaian yang dicita-citakan Gus Dur
didasari spirit multikulturalisme dalam al-Qur’an. Allah berfirman “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kami di sisi Allah ialah orang
yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS.Al-Hujarat [49] : 13).[11]
Bahwa toleransi memang mengizinkan seseorang menawarkan pandangannya kepada
orang lain, tetapi dengan syarat tanpa ada paksaan untuk menerimanya. Sikap Gus
Dur selaku pemerintah dikala itu merupakan tindakan dan usaha untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pemimpin untuk memberikan hak-haknya
kepada rakyat yang dipimpinnya.
D. Islam
dan Kesetaraan Gender
Isu tentang kesetaraan gender
sangat menarik untuk dibahas, karena kita akan mengetahui bagaimana perspektif
Islam terhadap kesamaan gender, kita juga dapat menggali dan mempelajari secara
mendalam bagaimana nilai-nilai serta kandungan kesamaan gender ini lewat
kacamata Al-Qur’an Al-Karim. Ketika kita membicarakan masalah gender, yang ada
dalam benak kita mungkin masalah diskriminasi terhadap wanita serta
penghilangan hak-hak wanita. Islam tidak membedakan antara hak dan anatomi manusia,
hak dan kewajiban itu sama dalam islam. Islam mengedepankan keadilan bagi
siapapun tanpa membedakan dari jenis kelamin. Islam adalah agama yang
membebaskan dari perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah mengedepankan salah
satu komunitas atau golongan, karena islam hadir sebagai agama yang menyebarkan
kasih sayang bagi sesama. Rosulullah bersabda :
“Sebaik-baik
kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang
terbaik diantara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita
adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina perempuan adalah orang yang
tak tahu budi.” ( HR. Abu Assakir )
Secara
umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan bila dilihat dari dari nilai dan tingkah laku. Kata gender berasal
dari bahasa inggris yang artinya jenis kelamin (John M. Echols dan Hassan
Sadhily, 1983 : 256). Dalam Women Studies Ensiklopedia, dijelaskan bahwa gender
adalah kosep cultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran,
perilaku, mentalis dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dimasyarakat.
Dalam
perspektif islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kodratnya
masing-masing, seperti firman Allah “Sesungguhnya
segala sesuatu kami ciptakan dengan kadar” ( QS. Al-Qamar : 49 ). Antara
laki-laki dan perempuan dalam pandangan yang kuasa adalah sama, dari amal-amal
mereka yang nantinya akan dijadikan perbandingan dihari kemudian. Firman Allah
:
“Sesungguhnya
aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik
lelaki maupun perempuan” (QS.Ali Imran : 195)
Hal ini berarti kaum perempuan sejajar dengan
laki-laki dari segi intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mempelajari
kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari dzikir kepada Allah, serta apa
yang mereka pikirkan dialam raya ini.
Dari
sifat perempuan yang memang patut untuk diketahui adalah sifat feminisme.
Kesadaran feminis yang mewarnai gerakan feminis dimanapun. Yaitu, kesadaran
akan penindasan dan pemerasan terhadap kaum perempuan di dalam masyarakat,
ditempat kerja dan didalam keluarga, serta suatu tindakan sadar oleh perempuan
maupun laki-laki untuk mengubah kondisi tersebut.[12]
Yakni diskriminasi atas dasar kelamin, dominasi laki-laki terhadap perempuan,
pelaksanaan sistem patriarkhi; dan ia melakukan tindakan untuk menentang itu,
maka ia dapat dikategorikan sebagai seorang feminis, baik disebut secara
eksplisit maupun tidak.
Pengertian
yang biasa muncul bahwa kaum laki-laki dalam pandangan masyarakat mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari kaum perempuan biasannya didasarkan pada penafsiran
ayat Al-qur’an:
“Kaum
laki-laki adalah qawwamun atas kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS.Al-Nisa [4] : 34).
Kata qawwamun dalam ayat ini dalam berbagai
literature tafsir biasanya diartikan sebagai: “Penanggung jawab, penguasa,
pemimpin, penjaga atau pelindung perempuan.” Itu sebabnya, menurut banyak
mufasir bahwa dari kaum laki-laki muncul tugas-tugas besar, seperti sebagai
nabi, ulama, imam, guru sufi. Laki-laki pula yang berperan dalam jihad, adzan,
shalat jum’at, khutbah, takbir, persaksian, wali dalam menikahkan anak perempuannya,
sampai kepada perceraian dan ruju’.[13]
Bahwa
memang dalam beberapa hal kaum laki-laki sudah mempunyai kodrat untuk menjadi
pemimpin dari diri seorang perempuan, begitupun juga kaum perempuan sudah
memiliki kodrat pula bahwa diciptakan untuk bias dipimpin seorang laki-laki.
Namun, hal yang semacam ini tidak menjadikan bahwa kaum perempuan dianggap
lemah dan sebagai bahan penindasan, dari beberapa sifat perempuan yang memang
feminis, harusnya dari seoarang laki-laki justru dapat untuk menjadi pelindung
bagi perempuan.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Toleransi dalam beragama memanglah penting,
mengingat dunia sekarang yang seakan menuntut kepada kita umat beragama Islam
untuk mampu memposisikan diri kita saling menghargai sesama umat beragama.
Namun dibalik sikap toleran yang harus ada pada diri kita, sikap waspada juga
penting karena tidak sedikit islam sekarang yang hanya mengartikan dasar ia
dalam beragama melalui proses tafsir secara tekstual tanpa memperhatikan
kondisi dan bagaimana cara penerapan di zaman sekarang ini.
B.
SARAN
Penulis
menyarankan, sebagai seorang muslim yang taat, hendaknya dapat mempelajari bagaimana
sebenarnya agama Islam, terlebih perannya dalam kemajuan dan posisinya dizaman
modern. Perlu ada pembelajaran yang serius untuk dapat mengkaji baik dari
toleransi Islam, pandangan islam terhapad fenomenadampak kemajuan disegala
bidang. Sebagai kaum yang dianggap memiliki kelebihan dibidang ilmu
pengetahuan, hendaknya juga dapat menjadi contoh yang baik dalam menyikapi
toleransi beragama bagi masyarakat terkait dengan masalah yang dibahas dalam
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Rakhmat,
Jalaludin. Islam dan Pluralisme. Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta.2006.
Masduqi,
Irwan. Berislam Secara Toleran. Bandung: PT.Mizan Pustaka. 2011.
Rachman, Budhy
Munawar. Islam Pluralis. Jakarta: PT.Raja G
[1] Djaka Soetapa, Asal-usul Gerakan Fundamentalisme, dalam ulumul
Qur’an, no. 3, vol. IV. 1993.
[2] Fundamentalis adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham,
atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai
dasar-dasar atau asas-asas (fondasi).
[3] Masduqi Irwan, Berislam
Secara Toleran : Teologi Kerukunan Umat Beragama, Bandung : 2011, hal.97-98.
[4] Ibid, hal.99
[5] Contoh ayat pedang adalah “Bunuhlah orang-orang musrik itu
dimanapun kamu jumpai mereka” (QS.At-Taubah : 5)
[6] Contoh ayat inklusif “Tidak ada paksaan dalam agama” (QS.
Al-Baqarah : 256)
[7] Seperti Sayyed Ali Akbar Quraisy, Qamus-e quran. Teheran: Dar
al-kutub al-islamiyah,136,3: 301; Majma’al-lughot al-arabiyah, Mu;jam Alfadzh
al-Quran al-Karim menunjukan tiga arti aslama:berserah diri, mengikhlaskan
(pengabdian), dan masuk islam. Ia juga mendefinisikan islam sebagai “Penyerahan
lahir batin dan kadang-kadang (dalam al-Qur’an) yang dimaksud adalah penyerahan
lahir saja”.
[8] Shabiin, berdasarkan kitab-kitab tafsir, bisa menunjuk pada
berbagai agama selain islam.
[9] Jalaluddin Rakhmat, Islam dan
Pluralisme, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2006, hal.22-23.
[10] Ibid.hlm.23
[11] Irwan Masduqi, op.cit, 2001, hal.137.
[12] Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, Persoalan-persoalan pokok
mengenai feminism dan relevansinya, (Jakarta: Gramedia dan Yayasan
Kalyanamitra, 1994).
[13] Budhy Muannawar-Rachman, Islam Pluralis: Wacana kesetaraan kaum beriman, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2004) hlm.535.
Casino Near Me | MapYRO
ReplyDeleteFind Casino Near Me, Nevada Hotels, Resorts and 과천 출장안마 more nearby. 하남 출장마사지 Find your 인천광역 출장마사지 ideal stay at one of 2 통영 출장샵 near me and book 대전광역 출장안마 your next hotel stay.