Sunday 31 May 2015

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA (Sebagai Ideologi & Dasar Negara)

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA (Sebagai Ideologi & Dasar Negara)



Tiga setengah abad lebih, bangsa kita dijajah bangsa asing.
Tahun 1511 Bangsa Portugis merebut Malaka dan masuk kepulauan Maluku, sebagai awal sejarah buramnya bangsa ini, disusul Spanyol dan Inggris yang juga berdalih mencari rempah - rempah di bumi Nusantara. Kemudian Tahun 1596 Bangsa Belanda pertama kali datang ke Indonesia dibawah pimpinan Houtman dan de Kyzer. Yang puncaknya bangsa Belanda mendirikan VOC dan J.P. Coen diangkat sebagai Gubernur Jenderal Pertama VOC.

Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia, sebab tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah melawan tentara Sekutu.

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) Dalam maklumat tersebut sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.

Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama tersebut yang dibicarakan khusus mengenai dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama tersebut 2 (dua) Tokoh membahas dan mengusulkan dasar negara yaitu Muhammad Yamin dan Ir. Soekarno.

Tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai calon dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu :
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Selain secara lisan M. Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yaitu :
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno (Bung Karno) mengajukan usul mengenai calon dasar negara yaitu :
  1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
  2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama PANCASILA, lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
  1. Sosio nasionalisme
  2. Sosio demokrasi
  3.  Ketuhanan.
Selanjutnya oleh Bung Karno tiga hal tersebut masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu GOTONG ROYONG.

Selesai sidang pembahasan Dasar Negara, maka selanjutnya pada hari yang sama (1 Juni 1945) para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.

Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas 8 orang, yaitu:
  1. Ir. Soekarno
  2. Ki Bagus Hadikusumo
  3. K.H. Wachid Hasjim
  4. Mr. Muh. Yamin
  5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
  6. Mr. A.A. Maramis
  7. R. Otto Iskandar Dinata dan
  8. Drs. Muh. Hatta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujui dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul - usul/ Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian dikenal dengan sebutan PIAGAM JAKARTA.

Dalam sidang BPUPKI kedua, Tanggal 10 s/d 16 Juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dan pada Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan mem-Proklamasi-kan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama :
  1. Mengesahkan Rancangan Hukum Dasar dengan Preambulnya (Pembukaan)
  2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang sangat panjang, sehingga sebelum mengesahkan Preambul, Drs. Muhammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata KETUHANAN yang berbunyi 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan.

Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Bung Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan 'Yang Maha Esa', sehingga Preambule (Pembukaan) UUD1945 disepakati sebagai berikut : 

UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN (Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan untuk dapat melaksanakan PANCASILA sebagai ideologi dan dasar negara sekaligus sebagai pandangan hidup seluruh Rakyat Indonesia, maka Pancasila diterjemahkan dalam butir - butir Pancasila yaitu :

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA :
  • Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
  • Menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB :
  • Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  • Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  • Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  • Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  • Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  • Berani membela kebenaran dan keadilan.
  • Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. PERSATUAN INDONESIA :
  • Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  • Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  • Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  • Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  • Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  • Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN :
  • Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
  • Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  • Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  • Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  • Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  • Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  • Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  • Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :
  • Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  • Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  • Menghormati hak orang lain.
  • Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaN terhadap orang lain.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayA hidup mewah.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikaN kepentingan umum.
  • Suka bekerja keras.
  • Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  • Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam



MAKALAH
PENGANTAR STUDI ISLAM
Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam
Dosen pengampu : Ahmad Munif M.S.I

Oleh :
Ahmad Zamroni  1402026035
Eko Irwan Kusuma 1402026026
Condro Mukti Hirnowo 1402026029

Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Walisongo

Semarang

Tahun 2014





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Apakah Islam memberikan toleransi dalam bermasyarakat, terutama dalam urusan agama. Sebagai umat muslim yang berusaha hendak memperdalam pelajaran, pengetahuan, dan ilmu yang berkaitan dengan agama terutama di zaman modern yang nampaknya agama harus bisa menyesuaikan dengan keadaan sekarang tanpa harus disamakan dengan keberadaan islam seperti pada zaman rosulullah SAW, disini penulis menekankan bahwa bukan berniat untuk mengubah tatanan aturan yang sudah banyak diatur dari sumber agama Islam, namun lebih condong untuk menjelaskan problematika posisi dan sikap agama Islam terhadap kasus-kasus seperti toleran dalam beragama, bermasyarakat, fanatisme beragama dan pluralisme beragama.
Bahwasannya seperti yang dijelaskan dalam buku Berislam Secara Toleran, Eksklusivisme dan fanatisme merupakan penyakit kekakuan mental beragama yang disebabkan oleh doktrin dogmatis. Lalu, adakah harapan toleran dimasa kini dalam beragama, atau justru sikap toleransi itu terlalu jauh melesat sehingga dapat melahirkan islam yang bercampur atau beragam terlebih dengan agama lain. Hal inilah yang coba dijelaskan oleh penulis.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah tertera di atas maka rumusan masalah yang kita temukan dan kita ketahui adalah
1.      Bagaimana islam liberal?
2.      Bagaimana pandangan islam terhadap terorisme?
3.      Bagaimana pluralisme beragama dalam islam?
4.      Bagaimana keterkaitan antara islam dan kesetaraan gender?









Saturday 30 May 2015

Kriminalitas dalam balutan ITE



Kriminalitas dalam balutan ITE

Oleh    : Ahmad Zamroni
             Hukum Pidana
 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Sudah bukan hal baru perkembangan teknologi yang begitu pesat saat ini. Segala keperluan masyarakat kita seolah harus menggunakan teknologi, seperti contoh penggunaan telepon sampai media sosial untuk keperluan sehari-hari. Penggunaan teknologi kini sudah semakin tanpa batas, tidak ada ketentuan pasti yang dapat membatasi dalam penggunaannya. Tidak hanya didaerah perkotaan, penggunaan teknologi sudah merambah kepada daerah-daerah pedesaan. Bukan hanya itu, pada abad ke 21 sekarang ini, penggunaan teknologi tidak hanya bisa dinikmati oleh golongan orang-orang yang notabenya menengah keatas, namun juga mereka dari golongan menengah ke bawah.
Tingginya kebutuhan masyarakat akan teknologi memang tidak dapat dipungkiri. Bahkan, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan saja, Adanya gaya hidup serba mewah juga menjadi faktor tingginya penggunaan teknologi. Namun, ada beberapa hal yang menjadi perhatian kita semua, adanya penyalahgunaan teknologi. Dengan adanya teknologi, juga memberikan ruang kejahatan yang dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi itu sendiri. Sama halnya dengan perkembangan teknologi, adanya kemajuan dari teknologi informatika juga dapat kita rasakan. Dengan perkembangan yang begitu pesat, melahirkan internet sebagai fenomena yang sangat berperan.
Internet atau international network of interconnected computers telah menghadirkan kemudahan-kemudahan bagi setiap orang bukan saja sekedar untuk berkomunikasi tapi juga melakukan transaksi bisnis kapan saja dan di mana saja. Saat ini berbagai cara untuk dapat berinteraksi di "dunia maya" telah banyak dikembangkan. Salah satu contoh adalah lahirnya teknologi wireless application protocol (WAP) yang memungkinkan telepon genggam mengakses internet, membayar rekening bank, sampai dengan memesan tiket pesawat dan hal lainnya.
Dengan adanya jaringan internet yang semakin canggih, sangat memberi peluang munculnya tindakan-tindakan negatif dan perilaku kejahatan yang selama ini dianggap tidak mungkin terjadi. Semakin tinggi tingkat intelektualitas suatu masyarakat, maka semakin canggih pula kejahatan yang mungkin terjadi dalam masyarakat itu. Hal-hal yang sebelumnya belum pernah terjadi dan jarang ditemui, justru belakangan ini semakin marak terjadi. Kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet ini sering disebut sebagai cybercrime.
Apakah Cybercrime itu?     
Kejahatan dunia maya (cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.  Cybercrime juga dapat disebut sebagai computer crime yang dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana yaitu komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak dengan merugikan pihak lain. Secara singkat, computer crime didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer yang canggih (Wisnubroto, 1999).
Berdasarkan beberapa literatur serta prakteknya, cybercrime memiliki karakter yang khas dibandingkan kejahatan konvensional, antara lain:
1.      Perbuatan yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi di ruang/wilayah maya (cyberspace), sehingga tidak dapat dipastikan yurisdiksi hukum negara mana yang berlaku terhadapnya;
2.      Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan apapun yang bisa terhubung dengan jaringan telekomunikasi dan/atau internet;
3.      Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materil maupun immateril (waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih besar dibandingkan kejahatan konvensional;
4.      Pelakunya adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya; dan
5.      Perbuatan tersebut seringkali dilakukan secara transnasional/melintasi batas negara.
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yakni sebagai berikut:
1.      Unauthorized Access to Computer System and Service
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/ menyusup kedalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)  melakukannya dengan maksud pencurian informasi penting.
2.      Illegal Contens
Kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Seperti penyebaran pornografi, atau berita yang tidak benar.
3.      Data forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet
4.      Cyber espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
5.      Sabotage, and Extortion
Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
6.      Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, seperti misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan secara berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
7.      Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
6.      Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
7.      Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan sebuah kejahatan yang dilakukan dengan cara mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain.
8.      Hijacking
Merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
9.      Cyber Terorism
Tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.

Bagaimana sanksi bagi pelaku cybercrime?
Segala sanksi dan hukuman bagi para pelaku kejahatan dunia maya atau cybercrime telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang tersebut sebagai landasan hukum yang dapat diberlakukan untuk para pelaku kejahatan.

Perang Melawan Cybercrime
Dalam upaya penanggulangan adanya cybercrime, perlunya peran dari semua pihak. Bukan hanya dari pemerintah maupun penyedia internet saja, tetapi juga harus di imbangi dari peran serta masyarakat. Penanggulangan cybercrime ini membutuhkan global action. Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:
1.      Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut;
2.      Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
3.      Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime;
4.      Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi; dan
5.      Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties



PROSES HUKUM



MAKALAH
PROSES HUKUM
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Pengantar Ilmu Hukum
Dosen pengampu: Siti Rofiah





Disusun oleh:
Ahmad Dani S                         1402026012
Ahmad Ulin Nuha                    1402026013   
Eko Irwan Kusuma                 1402026026
Muhamad Akmal Labib          1402026027
                       
FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2014 



  

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar belakang
Hukum merupakan sebuah aturan yang bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia sehingga tercipta suatu keharmonisan. Tidak haya mengetahui pengertian hukum, pengetahuan mengenai bagaimana proses hukum, pembuatan hukum, penegakan hukum,dan lembaga peradilan juga perlu dipelajarai lebih mendalam. Sehingga nantinya, tidak hanya teori dasar mengenai masalah terkait hukum yang bisa kita jelaskan, namun lebih ke pengetahuan hukum secara luas.
Suatu hukum itu dapat berjalan karena adanya suatu proses yang telah di sepakati oleh lembaga yang membuat suatu aturan. Aturan itu dibuat (Pembuatan Hukum) dan di tegakkan (Penegakan Hukum) oleh suatu lembaga, dan apabilan suatu aturan dilanggar maka seseorang tersebuat akan mendapatkan sanksi dari lembaga peradilan. Dan dengan itulah suatu hukum dapat berjalan dengan sesuai.

B.            Rumusan masalah
1.     Pengertian Proses Hukum
2.    Bagaimana Pembuatan Hukum
3.    Pengertian Penegakan Hukum
4.    Contoh-contoh Lembaga Peradilan











BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Proses Hukum
Proses hukum di sini adalah perjalanan yang ditempuh hukum untuk menjalankan fungsinya, yaitu mengatur masyarakat atau kehidupan bersama. Hukum harus menjalani suatu proses yang panjang dan melibatkan berbagai aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda berupa pembuatan hukum dan penegakan hukum.
Sampai sekarang kita telah membicarkan ketiga kategori kualitas yang ada pada hukum, yaitu normative, sosiologis, dan filsafati. Dengan demikian telah dicoba untuk memberikan gambar yang lengkap tentang hukum itu
Pada waktu kita mendengar tentang proses hukum, kita segera terpikir kepada jalannya suatu proses peradilan. Bahwa yang dimaksud proses hukum di sini adalah perjalanan yeng ditempuh huku untuk menjalanka fungsinya, yaitu mengatur masyarakat atau keidupan bersama.
Fungsi lain dari proses hukum tersebut ada beberapa macam, yaitu :
1.      Hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia
2.      Hukum berfungsi sebagai alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat.
3.      Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial (lahir batin).
4.      Hukum berfungsi sebagai alat perubahan social (penggerak pembangunan)
5.      Sebagai alat kritik (fungsi kritis),
6.      Hukum berfungsi untuk menyelesaikan pertikaian.
B.            Bagaimana Pembuatan Hukum
Dalam pembuatan hukum itu mempunyai prisnsip prinsip yang harus dijadikan pijakan dalam pembentukan peraturan perundang-udangan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      Segala jenis peraturan perundang-undangan merupakan satu-kesatuan sistem hukum yang bersumber pada pacasila dan UUD 1945.
2.      Tidak semua aspek kehidupan masyarakat dan bernegara harus diatur dengan peraturan perundang-undangan.
3.      Pembentukan perundang-undangan selain mempnyai dasar yuridis, harus dengan seksama mempertimbangkan dasar dasar filosofi dan kemasyarakatan tempat kaidah tersebut akan berlaku.
4.      Pembentukan peraturan perundang-undangan selain mngatur keadaan yang ada, harus mempunyai jangkauan masa depan.
5.      Pemebentukan peraturan perundang-undangan bukan sekedar menciptakan instrumen hukum, melainkan instrumen keadilan dan kebenaran.
6.      Pemebentukan peraturan perundang-undangan
Kekuatan berlakunya pembuatan hukum atau undang-undang terdiri atas beberapa hal
1.        Keberlakuan Yuridis (Juristische Geltung)
Undang undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya undang-undang itu dipenuhi. Menurut Hans Kelsen, sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, kaidah hukum mempunyai kekuatan berlaku apabila penetapannya didasarkan atas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya.
2.        Keberlakuan Sosiologis
Keberlakuan ini ada dua macam
a.    Menurut teori kekuatan (Machttheori), hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabla dipaksakan oleh penguasa, terlepas dari diterima ataupun tidak oleh warga masyarakat
b.    Menurut teori pengakua (Anerkennugsthorie), hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui warga masyarakat
3.        Keberlakuan Filosofis
Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis pabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsdee) sebagai nilai positif yang tertinggi. Hans Kelsen berpandangan mengenai “gerund-norm” atau dalam pandangan Hans Nawiasky tentang “staatsfundamentalnorm”, setiap negara terdapat nilai-nilai dasar atau nilai-nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber nilai luhur dalam kehidupan kenegaraan yang bersangkutan
4.        Keberlakuan Politis
Keberlakuan ini akan dikatakan apabila pemberlkuan didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata (riele machtsfactoren).  
Pada pembuatan hukum kita bisa berbicara tentang bahan dan struktur dalam rangka pembuatan hukum. Bahan pada pembuatan hukum merujuk kepada isi, sedngkan struktur merujuk pada kelengkapan organisatoris yang memungkinka hukum itu dibuat
1.    Bahan hukum
Bahan pembuaan hukum ini dimulai sebagai gagasan atau ide yang diproses lebih lanjut dan pada bagian ahir akan menghasilkan sanksi hukum. Pada dasarnya kita bisa membagi proses dalam pembuatan hukum ini ke dalam dua golongan tahap besar, yaitu tahap sosio-politis dan yuridis. Tahap sosio-politis adalah pematangan dan penajaman gagasan, suatu gagasan akan mengalami ujian, apakah ia bisa terus dijalankan ataukah berhenti ditengah jalan. Tahap Yuridis ialah penyusunan bahan kedalam rumusan hukum dan kemudian di buat undang undang.
Lebih singkatnya pembuatan hukum itu bisa drinci dalam tahap tahap sebagai berikut:
a.             Tahap inisiasi
b.             Tahap sosio-politis
c.             Tahap yuridis
2.    Struktur pembuatan hukum
Penciptaan atau pengadaan struktur di sini menyangkut penyusunan suatu organisasi yang akan mengatur kelembagaan bagi pembuatan hukum. Struktur pembuatan hukum dibagi atas kekuasaan legislatif, yudikatif, eksekutif.



 
C.           Pengertian Penegakan hukum
Dengan berakhirnya pembuatan hukum, proses hukum baru menyelesaikan satu tahap saja dari suatu perjalanan panjang untuk mengatur masyarakat. Tahap pembuatan hukum masih harus disusul oleh pelaksanaan secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Inilah yang dimaksud dengan penegakan hukum itu.
Beberapa pendapat tentang penegakan hukum :
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H).[1]
Kegiatan menserasikan hubungan nilai-niala yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan pengejawantahan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahapa akhir, unntuk memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Sutiyoso, Bambang, 2004 : 57-67)
Adapula yang berpendapat Penegakan hukum adalah proses pemungsian norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam struktur kenegaraan modern, maka tugas penegakan hukum itu dijalankan oleh komponen eksekutif dan dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif tersebut, sehingga disebut juga birokrasi penegakan hukum. Saat Negara mencampuri banyak bidang kegiatan dan pelayanan dalam masyarakat, maka negara itu campur tangan hukumnya juga semakin intensif. Tipe negara yang demikian itu dikenal sebagai welfare state
Suatu penegakan hukum akan terpenuhi dengan 5 pilar :
 1. Intrumen hukum yang baik
 2. aparat penegak hukum yang tangguh
 3. Peralatan yang memadai
 4. Masyarakat yang sadar hukum
 5. Birokras yang mendukung

D.           Contoh-contoh lembaga Peradilan
Peradilan bisa disebut sebagai suatu macam penegakan hukum pula, oleh karena aktifitasnya juga tidak terepas dari hukum yang telah di buat dan disediakan oleh badan pembuat hukum itu.  Perbedan anatar penegakan hukum dengan peradilan ialah, apabila komponen eksekutif menjalankan penegakan hukum ituu dengan aktif, maka peradilan bisa disebut pasif.
Peradilan dan pengadilan ini mempunyai perbedaan. Peradila disini menunjuk kepada proses mengadili, sedangkan dengan pengadilan merupakan salah satu lembaga dalam proses tersebut. Hasil akhir dari proses peradilan dinamaka pulusa pengadilan atau putusan hakim, oleh karena hakimlah yang memimpin sidang di pengadilan itu.
Berjalannya proses peradilan tersebut berhubungan erat dengan substansi yang diadili, yaitu berupa perdata ataupun pidana. Bagi ilmu hukum, bagian penting dalam proses mengadili terjadi pada saat hakim memeriksa da mengadili suatu perkara. Peran hakim disini adalah memeriksa kenyataan yang terjadi, serta menghukuminya dengan peraturan yang berlaku. Pada waktu diputuskan tentang bagaiman atau apa hukum yang berlaku untuk suatu kasus, maka pada waktu itulah penegakan hukum mencapai puncaknya. Hans Kelsen menyatakan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan oleh hakim disebut sebagai Konkretisierung.
Macam macam badan peradilan sesuai dengan pasal 10 UU No. 14 tahun 1970 adalah :
·         Peradilan umum
·         Peradilan agama
·         Peradilan militer
·         Peradilan tata usaha negara
Contoh-contoh badan peradilan di Indonesia
·         Pengadilan Agama
·         Mahkamah Konstitusi
·         Pengadilan Militer
·         Pengadilan Militer Pertempuran
·         Pengadilan Negeri
·         Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
·         Pengadilan Tinggi
·         Pengadilan Tinggi Agama
·         Pengadilan Pajak
·         Pengadilan Tata Usaha Negara
·         Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
·         Peradilan Umum
·         Mahkamah Agung Indonesia
·         Komisi Yudisial
·         Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia




BAB III
PENUTUP

A.           Simpulan
Pengertian proses hukum ialah proses yang mengatur masyarakat atau kehidupan bersama. Fungsi lain dari proses hukum tersebut ada beberapa macam, yaitu :  untuk melindungi kepentingan manusia,  alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat,  sarana untuk mewujudkan keadilan sosial (lahir batin),  alat perubahan social (penggerak pembangunan), alat kritik (fungsi kritis),  untuk menyelesaikan pertikaian.
Pembuatan hukum akan terpenuhi dengan adanya suatu bahan dan struktur pembuatan hukum. Setelah pembuatan hukum terpenuhi maka hukum itu akan ditegakkan dengan 5 pilar : Intrumen hukum yang baik, aparat penegak hukum yang tangguh, peralatan yang memadai, masyarakat yang sadar hukum, birokras yang mendukung.
B.            Saran
Penulis menyarankan, sebagai manusia yang hidup di zaman serba hukum seperti saat ini, hendaklah kita dapat mengerti bagaimana pentingnya hukum dalam hidup yang berdampingan sesama manusia. Begitupun dengan hukum yang membahas tentang proses hukum, maka sebagai kaum terpelajar juga mutlak untuk mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan proses hukum, terlebih bias menjadi contoh dalam masalah proses hukum.