KARYA ILMIAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Bahasa Indonesia
Oleh:
Ahmad Zamroni (1402026035)
Prodi Hukum Pidana dan Politik Islam
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Tahun 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perjudian merupakan sebuah kebiasaan lama
manusia dimuka bumi ini, sejarahnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Bahkan,
sebelum agama islam datang, judi terlebih dahulu sudah merebak diseluruh dunia.
Perjudian dimasa lalu dilakukan untuk bersenang-senang dan merupakan adat turun
temurun dari masyarakat pra islam seperti yang banyak disebutkan oleh
kitab-kitab tafsir. Lalu perkembangannya sampai saat ini tetap kokoh dan kuat
diantara para pelaku judi sendiri. Diera yang sudah serba canggih seperti saat
ini, perjudian seringkali tidak dilakukan seperti pada masa lalu, dan mengikuti
model zaman modern. Dengan semakin canggihnya teknologi, semakin canggih pula
berbagai tindakan yang dianggap biasa, namun mengandung unsur perjudian. Nampaknya
cukup menarik untuk kita pelajari lebih dalam mengenai perjudian, bagaimana pengertian
judi, bagaimana pula hukum agama dan hukum negara dalam menyikapi perjudian.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian judi?
2. Bagaimana hukum judi?
3. Sanksi apa bagi pelaku judi?
C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana pengertian judi menurut agama dan para ahli
2. Mengetahui hukum perjudian, baik
hukum agama maupun hukum negara
3. Mengetahui sanksi bagi pelaku judi.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Surat dalam Al-Qur’an
1. Surat Al-Baqarah ayat 219;
2. Surat Al-Maidah ayat 90;
3. Surat Al-Maidah ayat 91.
B.
Hadist Nabi
1. Hadist yang diriwayatkan muslim
مَنْ
لَعِبَ بِالنَّرْدِشِير فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فيِ لحَمِ خِنْزِيْرٍ وَدَمِهِ
Dari
Buraidah Al-Aslami radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang
bermain dadu (berjudi) seolah telah memasukkan tangannya ke dalam babi dan
darahnya”. (HR. Muslim)
2. Hadist yang diriwayatkan Al-Baihaqi
إِنَّ
اللهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الخَمْرَ وَالمَيْسِرَ وَالكُوْبَةَ
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan buat
kalian khamar, judi dan kubah”. (HR. Al-Baihaqi).
C.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303
Ayat 3
D.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
(PPRI) Nomor 9 tahun 1981
E.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 tentang
penertiban perjudian
F.
Intruksi Presiden dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5, tanggal 1 April 1981.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PEGERTIAN JUDI
1. Pengertian Judi Menurut Agama
Dalam bahasa arab, judi sering disebut dengan istilah maisir (المَيْسِر). Judi juga sering disebut
dengan istilah qimar (القِمَار). Ibnu Umar dan Ibnu Abbas mengatakan
bahwa maisir itu adalah qimar.
Sedangkan maisir atau judi
dalam pengertian terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu benda atau jasa
yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan
transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”. Dalam buku
fiqh madzhab syafii pada bab musabaqah (pacuan kuda) mengenai taruhan
yang dilarang dan taruhan yang diperbolehkan, muncul pengertian maisir atau
judi adalah suatu permainan yang mengandung unsur taruhan yang dilakukan secara
berhadap-hadapan atau langsung antara dua orang atau lebih. Maisir sendiri
dahulu dilakukan oleh orang jahiliyah.[1]
2.
Pengertian Judi Menurut Para Ahli
a)
Dr.Yusuf
Qardlawi dalam kitabnya Al-Halal Wal-Haram Fil-Islam :
“setiap
permainan yang mengandung taruhan adalah haram. Qimar/judi adalah setiap
permainan yang pemainnya bisa untung dan bisa rugi”.
b)
Sayyid
Syarif Ali bin Muhammad Al-Jurjani dalam kitabnya At-Ta’rifat halaman 179 :
“Judi
adalah permainan dimana seseorang mengambil dari kawannya sedikit demi sedikit
dalam suatu permainan”.[2]
c)
Menurut
Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial, perjudian adalah
pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau sesuatu yang
dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu
dalam peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan
kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.
B.
JUDI DALAM PERSPEKTIF HUKUM
1.
Judi dalam Hukum Agama
Mengutip dari arti surat Al-Baqarah ayat 219 maka hukum judi adalah
haram dan mendapatkan dosa besar bagi yang melakukannya. Surat Al-Maidah ayat
90 menjelaskan larangan bermain judi, karena permainan judi merupakan perbuatan
yang keji dan termasuk perbuatan syaitan, maka bagi muslim dianjurkan untuk
meninggalkan perbuatan tersebut.
2. Judi dalam Hukum Negara
Dalam perspektif hukum, perjudian merupakan salah satu tindak
pidana (delict). Dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian
dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3040).
Bahwa pada hakekatnya perjudian bertentangan dengan Agama,
Kesusilaan dan Moral Pancasila, serta membahayakan penghidupan dan kehidupan
masyarakat, Bangsa dan Negara. Peraturan Pemerintah ini yang merupakan
pelaksanaan Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian, mengatur mengenai larangan pemberian izin penyelenggaraan segala
bentuk dan jenis perjudian, oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah, baik yang diselenggarakan di Kasino, di tempat keramaian,
maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. Dengan adanya larangan
pemberian izin penyelenggaraan perjudian, tidak berarti dilarangnya
penyelenggaraan permainan yang bersifat keolahragaan, hiburan, dan kebiasaan,
sepanjang
tidak merupakan perjudian.[3]
C. SANKSI BAGI PELAKU JUDI
1. Sanksi Agama
Para fuqaha[4] tidak menempatkan perjudian dalam salah
satu pembahasan delik pidana. Jika dilihat dari hukum islam, maka larangan
tentang perjudian dirangkaikan dengan khamar (minuman keras).
Berdasarkan hal yang dimaksud, cukup beralasan jika perjudian termasuk salah
satu tindak pidana, yang konsekuensi atau sanksi hukumannya disejajarkan dengan
tindak pidana khamar.[5] Menurut pendapat yang dikemukakan oleh H.
Hamka Haq hukuman bagi peminum khamar adalah hukuman dera sebanyak 40 sampai 80
kali dera.[6]
2. Sanksi Negara
Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1974 menyebutkan ancaman pidana perjudian
yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda
sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Beberapa landasan yang menjelaskan masalah
hukum perjudian yakni Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 219, surat Al-Maidah ayat
90 dan 91. Undang-undang RI nomor 9 Tahun 1981 dan Undang-undang 7 tahun 1974
tentang penertiban perjudian. Pengertian judi adalah aktivitas untuk mengambil
keuntungan dari bentuk permainan dan menguntungkan salah satu pihak serta
merugikan pihak lain. Hukuman bagi pelaku judi telah dijelaskan dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1974.
B. SARAN
Penulis menyarankan, agar dapat mengetahui
bagaiman pengertian judi, dampak yang timbul akibat perjudian dan hal lain yang
berkaitan dengan perjudian, maka dibutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam
terkait masalah yang ada. Hendaknya kita selaku agent of change diharapkan
tidak hanya mampu berkomentar dan memberikan teori masalah perjudian, namun
juga mampu menjelaskan landasan hukum tentang perjudian, baik dari segi hukum
agama maupun dari hukum negara, juga dapat menjadi contoh masyarakat secara
luas untuk dapat menanggulangi maraknya perjudian dinegara kita.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainudin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Haq, Hamka. 2001. Syariat Islam Wacana dan
Penerapannya. Ujung Pandang: Yayasan Al-Ahkam.
Hosen, Ibrahim. 1987. Apakah Judi Itu?. Jakarta:
Lembaga Kajian Ilmiah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ).
Bambang
Sutiyoso, “Http//c:/User/user/Documents/REFERENSI/Referensi Bahasa
Indonesia/Bambang SutiyosoPERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM_Bambang
Sutiyoso,html”. Diakses tanggal 19-11-2014 pukul 08:3
[1]
Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu?, (Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah
Institut Al-Qur’an, 1987), hlm.18.
[2]
Ibid, hlm.28-29.
[3]
Undang-Undang Nomor 9 tahun 1981 tentang
pelaksanaan undang-undang nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
[4]
Fuqaha mengandung arti para ahli hukum islam.
[5]
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),
hlm.93.
[6]
H. Hamka Haq, Syariat Islam Wacana dan Penerapannya, (Ujung
Pandang: Yayasan Al-Ahkam, 2001), hlm. 216.
No comments:
Post a Comment