Sunday 31 May 2015

Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam



MAKALAH
PENGANTAR STUDI ISLAM
Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam
Dosen pengampu : Ahmad Munif M.S.I

Oleh :
Ahmad Zamroni  1402026035
Eko Irwan Kusuma 1402026026
Condro Mukti Hirnowo 1402026029

Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Walisongo

Semarang

Tahun 2014





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Apakah Islam memberikan toleransi dalam bermasyarakat, terutama dalam urusan agama. Sebagai umat muslim yang berusaha hendak memperdalam pelajaran, pengetahuan, dan ilmu yang berkaitan dengan agama terutama di zaman modern yang nampaknya agama harus bisa menyesuaikan dengan keadaan sekarang tanpa harus disamakan dengan keberadaan islam seperti pada zaman rosulullah SAW, disini penulis menekankan bahwa bukan berniat untuk mengubah tatanan aturan yang sudah banyak diatur dari sumber agama Islam, namun lebih condong untuk menjelaskan problematika posisi dan sikap agama Islam terhadap kasus-kasus seperti toleran dalam beragama, bermasyarakat, fanatisme beragama dan pluralisme beragama.
Bahwasannya seperti yang dijelaskan dalam buku Berislam Secara Toleran, Eksklusivisme dan fanatisme merupakan penyakit kekakuan mental beragama yang disebabkan oleh doktrin dogmatis. Lalu, adakah harapan toleran dimasa kini dalam beragama, atau justru sikap toleransi itu terlalu jauh melesat sehingga dapat melahirkan islam yang bercampur atau beragam terlebih dengan agama lain. Hal inilah yang coba dijelaskan oleh penulis.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah tertera di atas maka rumusan masalah yang kita temukan dan kita ketahui adalah
1.      Bagaimana islam liberal?
2.      Bagaimana pandangan islam terhadap terorisme?
3.      Bagaimana pluralisme beragama dalam islam?
4.      Bagaimana keterkaitan antara islam dan kesetaraan gender?










BAB II
PEMBAHASAN


A.    Islam Liberal

Sikap fundamental yang kian menjadi kepribadian dalam beragama, jika diterapkan pada masyarakat muslim memang menjadi problematis. Mengenai fundamentalisme Kristen yang dikatakan Djaka Soetapa berintikan: pertama, mempertentangkan Allah dengan akal manusia; kedua, mempertentangkan Kitab Suci (Sacred Text) degan ilmu pengetahuan; ketiga, mengamankan kitab suci terhadap kritik kitab suci yang “tidak bisa salah”; keempat, mencap orang yang tidak sependapat dengan itu semua sebagai “kisten yang tidak benar.”[1]
Bila gagasan fundamentalis[2] tersebut diterapkan dalam konteks Islam, maka hasilnya adalah: pertama, masalah mempertentangkan Allah dengan akal manusia; kedua, masalah mempertentangkan kitab suci (Sacred Text) dengan ilmu pengetahuan; ketiga, masalah kitab suci (kalau dalam islam berarti al-Qur’an) pada pandangan kaum muslimin terhadap teks-teks al-Qur’an pada prinsipnya adalah fundamentalis; keempat, masalah mencap orang yang tidak sependapat dengan itu semua sebagai “Islam yang tidak benar” yang berdampak pada banyaknya saling klaim tentang kebenaran dalam beragama dan saling menyalahkan satu dengan yang lainnya karena alasan perbedaan madzhab.
Pemikiran liberalis islam di Indonesia adalah pemikiran teologis, mendapatkan momentumnya dan sekaligus nanti reaksi keras dari kalangan yang disebut dengan “fundamentalis” itu. Liberal sendiri adalah suatu paham yang mengutamakan sikap individu. Liberalisme melahirkan konsep pentingnya kebebasan hidup dalam berpikir, bertindak, dan berkarya. Dalam perspektif islam, liberal diartikan sebagai sikap beragama yang menjunjung kepentingan pribadi dengan alasan bahwa kebebasan pada diri manusia juga merupakan hak masing-masing individu, yang seperti ini nantinya akan melahirkan paham yang apatis dalam beragama, hanya mementingkan diri sendiri untuk melaksanakan kewajiban dalam beragama, yang berujung pada kebebasan beribadah (menurut kenyamanan sendiri). Prof. Nurcholish Madjid, sering memaparkan bahwa liberalisasi Islam berarti suatu usaha rasionalitas untuk memperoleh daya guna dalam berpikir dan bekerja secara maksimal untuk kebahagiaan umat manusia. Ultimate goal (tujuan akhir) dari sikap liberal itu dicapai dengan terus menerus mengusahakan segala perbaikan, baik pribadi maupun masyarakat yang semuanya dilakukan sebagai panggilan dari The Ultimate Truth, yaitu Allah sendiri. Sikap modern dan rasionalis ini bukan suatu yang bersifat kebaratan, namun islam membenarkan rasionalitas dalam arti penggunaan akal pikiran untuk menemukan kebenaran.

B.     Islam dan Terorisme

Terorisme merupakan sebuah faham yang mengedepankan kekerasan, teror, ekstriminitas, dan intimidasi. Menurut kamus yang dikeluarkan oleh akademi perancis tahun 1798 menyebutkan bahwa istilah terorisme adalah sistem rezim teror. Pengertian lain menjelaskan bahwa terorisme adalah taktik dan bentuk kekerasan dari komunikasi politik untuk mengirimkan pesan kepada masyarakat dan pemerintah dengan harapan memancing emosi mereka dan agar mereka mengubah perilaku dan kebijakan politik.[3] Kemudian sebutan untuk pelaku terorisme sendiri disebur sebagai teroris, terorisme sendiri populer pada abad ke-18. Beberapa sumber menyebutkan bahwa terorisme berasal dari bahasa perancis le terreur yang semula digunakan untuk menyebut tindakan  pemerintah hasil revolusi perancis yang mempergunakan kekerasan dan brutal yang berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya terorisme digunakan untuk anti pemerintah di rusia.
Terorisme dalam bahasa Arab disebut al-irhab, istilah tersebut digunakan al-Quran untuk melawan “musuh Tuhan” (QS.Al-Anfal : 60) . Karenanya, kalau kita mencermati gerakan Islam Politik, pandangan fundamentalistik dan gerakan radikalistik seringkali digunakan untuk melawan “musuh Tuhan”. Bagi mereka, barat disebut sebagai salah satu simbol musuh Tuhan, karena mungkin banyak anggapan mereka yang mengartikan bahwa banyak dari negara barat tidak beragama islam dan dianggap sebagai musuh mereka selaku para penganut ajaran islam.
Akibatnya, islam yang awalnya mengajarkan kedamaian berubah menjadi ideologi kekerasan. Jihad yang mula-mula hanya dilegalkan dalam rangka mempertahankan diri berubah menjadi perang buta demi tujuan ekspansi dan Islaminasi. Tanpa bisa dihindari, islam yang pada dasarnya mengusung prinsip rahmatan lil alamin (kasih sayang untuk semua) direduksi sedemikian rupa oleh kelompok konservatif sehingga tampak seperti agama la’natan lil alamin (laknat untuk semua) yang menebarkan ancaman global.[4]
Yang sering terjadi akibat dari tindakan teroris adalah segala permasalahan yang ujung dari masalah tersebut merupakan kepentingan politik. Dalam mengidentifikasi musuh, Islam politik menggunakan tiga pandangan mendasar. Pertama, politik sebagai bagian dari Islam. Berpolitik praktis merupakan kewajiban (fardlu) bagi setiap muslim. Ini mengakibatkan setiap muslim harus terlibat dalam politik guna melawan “politik kafir”. Kedua, Islam sebagai komunitas yang paling benar, sedangkan yang lain dianggap murtad dengan alasan yang berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu ayat pedang[5], tanpa memperhatikan ayat-ayat Al-Qur;an secara  inklusif.[6] Ketiga, kecenderungan untuk memaksakan pandangan dengan “tangan besi”, kekerasan, pembunuhan dan perang, yang biasa disebut dengan jihad fi sabililillah. (Sa’id Asymawi: 1996: 297).
Terorisme dibagi menjadi beberapa golongan, yakni terorisme personal yang biasanya dilakukan oleh perorangan tanpa melibatkan banyak kelompok untuk melancarkan misinya melakukan teror. Contoh dari tindakan terorisme personal adalah tindakan teror yang biasa dilakukan di mall-mall atau keramaian, tindakan bunuh diri yang berdampak pada ancaman terhadap orang lain, ataupun bentuk teror pada bus atau yang lainnya demi kepentingan pribadi. Jenis teror yang kedua adalah teror kolektif yakni teror yang dilakukan beberapa orang dengan rapi atau terencana, teror yang seperti ini biasanya berperan pada kasus-kasus yang menyangkut kepentingan umum, bahkan negara atau kekuasaan. Teror selanjutnya adalah teror negara (state terorism), bentuk terorisme ini merupakan teror yang baru dan dilakukan oleh negara. Penggagasnya adalah perdana menteri Malaysia yaitu Muhathir Muhamad, teror negara biasanya dilakukan secara terang-terangan dan kasat mata.
Dari ketiga macam bentuk terorisme tersebut dapat diketahui titik temu yakni sama-sama melakukan tindakan yang banyak menuai penolakan dari pihak pemerintah maupun rakyat, juga sama-sama mencari tumbal dan korban untuk memperlihatkan bahwa dengan adanya tindakan terorisme, siapapun tidak boleh melawan apalagi menghalangi jalan mereka yang dianggap sebagai penegak beragama. Golongan terorisme bagaikan singa buas yang setiap langkahnya tidak boleh dihalangi oleh siapapun dan mereka akan melakukan tindakan yang mereka anggap benar tanpa memperdulikan banyak pihak yang merasakan dampak ketidaknyamanan terlebih harus meregang nyawa karena tindakan mereka yang terlalu berlebihan.



C.    Islam dan Pluralisme Beragama

Tanpa harus melacak makna ‘Islam’ dari kata-kata asalnya seperti salam, silm, dan sebagainya, kita akan mengutip apa-apa yang dikatakan kamus bahasa Arab tentang makna islam. Islam berasal dari kata aslama yang berarti menyerahkan sesuatu, menyerahkan diri pada kekuasaan orang lain, berserah diri kepada tuhan. Sama dengan istaslama yang artinya menyerah, menyerahkan diri, pasrah, memasuki perdamaian. Definisi lain mengenai Islam sebagai ungkapan kerendahan hati atau kepasrahan dan ketaatan secara lahiriah kepada hukum Tuhan serta mewajibkan diri untuk melakukan atau mengatakan apa yang telah dilakukan dan dikatakan oleh nabi SAW.
Jika kita merujuk kepada beberapa kamus Al-Qur’an,[7] kita menemukan makna asal aslama adalah patuh, pasrah, atau berserah diri. Beberapa kamus al-Qur’an yang lebih klasik tidak secara jelas menyebutkan makna asal ini, tetapi menyebutkan tingkatan-tingkatan Islam, yang menunjukkan sebenarnya pada tingkatan kepasrahan, sama maksud artinya dengan beberapa pengertian diatas.
Menurut bahasa inggris plural adalah banyak (jamak). Pengertian sederhana pluralisme adalah faham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Sedangkan pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama. Pluralisme muncul karena tumbuhnya klaim dari masing-masing kelompok terhadap pemikirannya sendiri. Semuanya menganggap benar akan dirinya sendiri dan menganggap bahwa yang lain adalah lebih buruk. Dari faktor saling klaim tersebut kemudian memicu lahirnya radikalisasi, terutama dalam urusan agama jika itu menyangkut dengan pluralisme agama, dari banyak pihak seringkali melakukan hal yang bersifat kekerasan sebagai wujud tanggapan terhadap golongan lain, akibatnya banyak terjadi perang dan penindasan agama.
Faktor yang menjadikan munculnya pluralisme dalam beragama adalah kesatuan manusia (unity of mankind), bahwa sebenarnya dari sifat-sifat manusiawi sendiri memungkinkan bahwa sesama manusia harus saling menghormati, saling menjaga kerukunan terlebih bekerjasama tanpa membedakan dari ras, suku, etnis , ataupun agama. Kemudian faktor yang kedua adalah keadilan disemua aspek kehidupan.

Ayat-ayat Pluralisme
Apakah orang-orang ‘kafir’ (non muslim) menerima pahala amal shalehnya ? seperti dijelaskan pada surat Al-Hajj ayat 17
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang yahudi , orang-orang nasrani, dan orang-orang shabiin[8], siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati[9].
Makna dari ayat itu dijelaskan oleh Sayyid Husseyn Fadhlullah dalam tafsirnya :
Makna ayat ini sangat jelas.ayat ini menegaskan bahwa keselamatan pada hari akhirat akan dicapai oleh semua kelompok agama ini yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya yang berkenaan dengan aqidah dan kehidupan dengan satu syarat: memenuhi kaidah iman kepada Allah, hari akhir, dan amal shaleh (cetak tebal dari penulis).[10]
Menurut agama islam “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam)” Al-baqarah : 256. Dari arti ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa agama islam tidak memaksa manusia untuk mengikuti dan wajib mempercayai adanya agama islam, karena agama islam sendiri tidak memaksa kepada manusia. Ayat tersebut condong menyetujui pluralisme dalam beragama. Namun dari pengertian arti tersebut bertolak belakang dengan ayat :
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi” QS. Ali Imran : 85
Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan tuhan itu ialah isa al-masih putra maryam” QS.Al-Maidah : 72
Sesungguhnya agama yang diridhoi allah adalah islam” QS. Ali Imran : 19
Jika pluralisme diakui dalam islam, maka tidak ada satupun orang yang dikatakan kafir, termasuk orang-orang yang berbeda agama.

Menurut agama Kristen
“Tidak ada keselamatan diluar kristen (no solvation outside christianity)”
“Tidak ada keselamatan diluar gereja (Extra ecclesiam nulla salus)”

Pluralisme di Indonesia dalam sejarahnya yaitu pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur. Perjuangannya untuk menyamakan posisi antar umat beragama di Indonesia sudah banyak yang mengetahui, secara singkatnya, walaupun Gus Dur merupakan tokoh yang datang dari kalangan NU dan secara spontan banyak pihak yang dibuat bingung dengan sikap Gus Dur yang mati-matian memberikan kebebasan yang sama dari banyak agama.
Perdamaian yang dicita-citakan Gus Dur didasari spirit multikulturalisme dalam al-Qur’an. Allah berfirman “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kami di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Al-Hujarat [49] : 13).[11] Bahwa toleransi memang mengizinkan seseorang menawarkan pandangannya kepada orang lain, tetapi dengan syarat tanpa ada paksaan untuk menerimanya. Sikap Gus Dur selaku pemerintah dikala itu merupakan tindakan dan usaha untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pemimpin untuk memberikan hak-haknya kepada rakyat yang dipimpinnya.


D.    Islam dan Kesetaraan Gender
Isu tentang kesetaraan gender sangat menarik untuk dibahas, karena kita akan mengetahui bagaimana perspektif Islam terhadap kesamaan gender, kita juga dapat menggali dan mempelajari secara mendalam bagaimana nilai-nilai serta kandungan kesamaan gender ini lewat kacamata Al-Qur’an Al-Karim. Ketika kita membicarakan masalah gender, yang ada dalam benak kita mungkin masalah diskriminasi terhadap wanita serta penghilangan hak-hak wanita. Islam tidak membedakan antara hak dan anatomi manusia, hak dan kewajiban itu sama dalam islam. Islam mengedepankan keadilan bagi siapapun tanpa membedakan dari jenis kelamin. Islam adalah agama yang membebaskan dari perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah mengedepankan salah satu komunitas atau golongan, karena islam hadir sebagai agama yang menyebarkan kasih sayang bagi sesama. Rosulullah bersabda :
Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina perempuan adalah orang yang tak tahu budi.” ( HR. Abu Assakir )
            Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan bila dilihat dari dari nilai dan tingkah laku. Kata gender berasal dari bahasa inggris yang artinya jenis kelamin (John M. Echols dan Hassan Sadhily, 1983 : 256). Dalam Women Studies Ensiklopedia, dijelaskan bahwa gender adalah kosep cultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalis dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dimasyarakat.
            Dalam perspektif islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kodratnya masing-masing, seperti firman Allah “Sesungguhnya segala sesuatu kami ciptakan dengan kadar” ( QS. Al-Qamar : 49 ). Antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan yang kuasa adalah sama, dari amal-amal mereka yang nantinya akan dijadikan perbandingan dihari kemudian. Firman Allah :
Sesungguhnya aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik lelaki maupun perempuan” (QS.Ali Imran : 195)
Hal ini berarti kaum perempuan sejajar dengan laki-laki dari segi intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari dzikir kepada Allah, serta apa yang mereka pikirkan dialam raya ini.
            Dari sifat perempuan yang memang patut untuk diketahui adalah sifat feminisme. Kesadaran feminis yang mewarnai gerakan feminis dimanapun. Yaitu, kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap kaum perempuan di dalam masyarakat, ditempat kerja dan didalam keluarga, serta suatu tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah kondisi tersebut.[12] Yakni diskriminasi atas dasar kelamin, dominasi laki-laki terhadap perempuan, pelaksanaan sistem patriarkhi; dan ia melakukan tindakan untuk menentang itu, maka ia dapat dikategorikan sebagai seorang feminis, baik disebut secara eksplisit maupun tidak.
            Pengertian yang biasa muncul bahwa kaum laki-laki dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan lebih tinggi dari kaum perempuan biasannya didasarkan pada penafsiran ayat Al-qur’an:
Kaum laki-laki adalah qawwamun atas kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS.Al-Nisa [4] : 34).
Kata qawwamun dalam ayat ini dalam berbagai literature tafsir biasanya diartikan sebagai: “Penanggung jawab, penguasa, pemimpin, penjaga atau pelindung perempuan.” Itu sebabnya, menurut banyak mufasir bahwa dari kaum laki-laki muncul tugas-tugas besar, seperti sebagai nabi, ulama, imam, guru sufi. Laki-laki pula yang berperan dalam jihad, adzan, shalat jum’at, khutbah, takbir, persaksian, wali dalam menikahkan anak perempuannya, sampai kepada perceraian dan ruju’.[13]
            Bahwa memang dalam beberapa hal kaum laki-laki sudah mempunyai kodrat untuk menjadi pemimpin dari diri seorang perempuan, begitupun juga kaum perempuan sudah memiliki kodrat pula bahwa diciptakan untuk bias dipimpin seorang laki-laki. Namun, hal yang semacam ini tidak menjadikan bahwa kaum perempuan dianggap lemah dan sebagai bahan penindasan, dari beberapa sifat perempuan yang memang feminis, harusnya dari seoarang laki-laki justru dapat untuk menjadi pelindung bagi perempuan.





BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Toleransi dalam beragama memanglah penting, mengingat dunia sekarang yang seakan menuntut kepada kita umat beragama Islam untuk mampu memposisikan diri kita saling menghargai sesama umat beragama. Namun dibalik sikap toleran yang harus ada pada diri kita, sikap waspada juga penting karena tidak sedikit islam sekarang yang hanya mengartikan dasar ia dalam beragama melalui proses tafsir secara tekstual tanpa memperhatikan kondisi dan bagaimana cara penerapan di zaman sekarang ini.
B.     SARAN
Penulis menyarankan, sebagai seorang muslim yang taat, hendaknya dapat mempelajari bagaimana sebenarnya agama Islam, terlebih perannya dalam kemajuan dan posisinya dizaman modern. Perlu ada pembelajaran yang serius untuk dapat mengkaji baik dari toleransi Islam, pandangan islam terhapad fenomenadampak kemajuan disegala bidang. Sebagai kaum yang dianggap memiliki kelebihan dibidang ilmu pengetahuan, hendaknya juga dapat menjadi contoh yang baik dalam menyikapi toleransi beragama bagi masyarakat terkait dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini.














DAFTAR PUSTAKA


Rakhmat, Jalaludin. Islam dan Pluralisme. Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta.2006.
Masduqi, Irwan. Berislam Secara Toleran. Bandung: PT.Mizan Pustaka. 2011.
Rachman, Budhy Munawar. Islam Pluralis. Jakarta: PT.Raja G


[1] Djaka Soetapa, Asal-usul Gerakan Fundamentalisme, dalam ulumul Qur’an, no. 3, vol. IV. 1993.
[2] Fundamentalis adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham, atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi).
[3] Masduqi Irwan, Berislam Secara Toleran : Teologi Kerukunan Umat Beragama, Bandung : 2011, hal.97-98.
[4] Ibid, hal.99
[5] Contoh ayat pedang adalah “Bunuhlah orang-orang musrik itu dimanapun kamu jumpai mereka” (QS.At-Taubah : 5)
[6] Contoh ayat inklusif “Tidak ada paksaan dalam agama” (QS. Al-Baqarah : 256)
[7] Seperti Sayyed Ali Akbar Quraisy, Qamus-e quran. Teheran: Dar al-kutub al-islamiyah,136,3: 301; Majma’al-lughot al-arabiyah, Mu;jam Alfadzh al-Quran al-Karim menunjukan tiga arti aslama:berserah diri, mengikhlaskan (pengabdian), dan masuk islam. Ia juga mendefinisikan islam sebagai “Penyerahan lahir batin dan kadang-kadang (dalam al-Qur’an) yang dimaksud adalah penyerahan lahir saja”.
[8] Shabiin, berdasarkan kitab-kitab tafsir, bisa menunjuk pada berbagai agama selain islam.
[9] Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2006, hal.22-23.
[10] Ibid.hlm.23
[11] Irwan Masduqi, op.cit, 2001, hal.137.
[12] Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, Persoalan-persoalan pokok mengenai feminism dan relevansinya, (Jakarta: Gramedia dan Yayasan Kalyanamitra, 1994).
[13] Budhy Muannawar-Rachman, Islam Pluralis: Wacana kesetaraan kaum beriman, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004) hlm.535.

1 comment:

  1. Casino Near Me | MapYRO
    Find Casino Near Me, Nevada Hotels, Resorts and 과천 출장안마 more nearby. 하남 출장마사지 Find your 인천광역 출장마사지 ideal stay at one of 2 통영 출장샵 near me and book 대전광역 출장안마 your next hotel stay.

    ReplyDelete