MAKALAH
BACAAN-BACAAN AL-QUR’AN
Mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Bp.Tolkhatul Khoir
Oleh
:
Nur Hanifah 1402026002
Achmad
Zamroni 1402026035
Izzatu
Shulhiya 1402026020
Agung
Pangestu 1402026028
Fakultas Syariah
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
TAHUN 2014
SEMARANG
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Sebagai
umat muslim, mempelajari al-qur’an merupakan kewajiban. Tidak hanya bisa
membaca dan menulis ayat al-quran saja, pentingnya memahami bacaan-bacaan
al-quran, latar belakang bacaan-bacaan al-qur’an, dan segala hal yang berkaitan
dengan al-qu’ran juga menjadi hal yang penting dan tidak bias dipisahkan dari
sisi kehidupan setiap muslim. Problema yang terjadi saat ini kebanyakan
masyarakat muslim hanya menguasai ilmu tentang al-qur’an terlebih hanya
menguasai secara tekstual. Banyak muslim yang biasa menggunakan dalil atau
sumber hukum dari Al-Qur’an yang memang menjadi sumber hukum yang pertama namun
tanpa didasari pengetahuan yang lebih mendalam mengenai AL-Qur’an, juga mengenai
bacaan-bacaan dalam Al-Qur’an.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah tertera di
atas maka rumusan masalah yang kita temukan dan kita ketahui adalah
1. Apa pengertian Qira’at atau bacaan-bacaan al-qur’an?
2.
Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan Qira’at?
3. Apa
sebab-sebab timbulnya bacaan-bacaan al-Qur’an?
4. Apa saja macam-macam bacaan dalam al-qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
bacaan-bacaan al-Qur’an (Qira’at)
Berdasarkan pengertian etimologi (bahasa)
“Qira’at” merupakan kata jadian (mashdar) dari kata kerja
“qara’a” yang artinya adalah membaca. Sedangkan berdasarkan pengertian terminologi (istilah),
maka ada beberapa definisi yangdiintrodusir ulama.[1]
1.
Menurut Az-Zarqani
Suatu madzhab yang dianut seorang imam qira’at yang
berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Al-Qur’an serta sepakat riwayat-riwayat
dan jalur-jalurnya,baik perbedan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun dalam
pengucapan bentuk-bentuk.
2.
Menurut Ibn Al-Jazari
Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kataa-kata
Al-Qur’an dan keragamannya dengan menyadarkan kepada orang yang memindahkannya.
3.
Menurut Ash-Shabuni
Qira’at adalah suatu madzhab cara pelafalan al-Qur’an
yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambun kepada Rasullullah
SAW.
Perbedaan cara
pendefinisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada
beberapa cara melafalkan Al-Qur’an walaupun sama-sama berasal dari satu
sumber,yaitu muhammad. Dengan demikian, ada tiga unsur qira’at yang dapat ditangkap dari
definisi-definisi diatas,yaitu:
1.
Qira’at berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan
salah seorang imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
2.
Cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an itu berdasarkan atas
riwayat bersambung kepada Nabi.Jadi,bersifat
tauqifil,bukan ijtihadi.
3.
Ruang lingkup perbedaan
Qira’at itu menyangkut persoalan lughat,
hadzaf, i’rab, itsbat, fashl, wasl.
B. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
1.
Latar Belakang Historis
Qira’at sebenarnya telah muncul semenjak Nabi masih ada
walaupun tentu saja pada sat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin
ilmu.ada beberapa riwayat yang mendukung asumsi di atas:
a.
Suatu ketika ‘Umar bin Al-Khaththab berbeda pendapaat
dengan Hisyam bin Hakim ketika membaca ayat Al-Qur’an.’Umar tidak puas terhadap
bacaan Hisyam sewaktu ia membaca surat Al-furqan. Menurut ‘Umar bacaan Hisyam
tidak benar dan bertentangan dengan apa yang diajarkan nabi
kepadanya.Namun,Hisyam menegaskan pula bahwa bacaannya pun berasal dari
Nabi.Sesuai sholat,Hisyam diajak menghadap Nabi seraya melaporkan peristiwa
diatas.Nabi menyuruh Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat.setelah hisyam
melakukannya nabi bersabda:
“memang
begitulah Al-Qur’an diturunkan.sesungguhnya Al-qur’an ini diturunkan dalam
tujuh huruf,maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari ke tujuh
huruf itu”
b.
menurut catatan sejarah,timbulnya penyebaran qira’at
dimulai pada masa tabiin,yaitu pada awal II H.tatkala pada qari’ sudah bersebar
dibeberapa pelosok.mereka lebih suka mengemukakan qiraat gurunya daripada
mengikuti qira’at imam-imam lainnya.Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara
turun-temurun dari guru ke guru,sehingga sampai kepada para imam qira’at,baik
yang tujuh,sepuluh,atau yang empat belas. Kebijakan Abu Bakar Siddiq yang tidk
mau memusnahkan mushaf-mushaf lin selain yang telah disusun Zaib bin
Tsabit,seperti mushafyang dimiliki Ibn
Mas’ud,Abu Musa Al-Asy’ari,miqdad bin Amar,Ubay bin Ka’ab,dan Ali bin Abi
Thalib,mempunyai andil besar dalam kemunculan qiraat yang kian beragam.Perlu
dicatatbahba mushaf-mushaf itu tidak berbeda dengan yang disusun Zaid bin
Tsabit dan kawan-kawannya,kecuali pada dua hal saja,yaitu kronologi surat dan
sebagian bacaan yang merupakan penafsiran yang ditulis dengan lahjah tersendiri
karena mushaf-mushaf itu merupakan catatan pribadi mereka masing-masing.
Orang yang pertama kali menyusun qira’at dalam satu kitab
adalah Abu ‘Ubaidillah Al-Qasim bin salam [wafat.244 H]. Beliau telah
mengumpulkan qira’at sebanyak kurang lebih 25 macam. Persoalan qira’at terus
berkembang hingga masa Abu Bakar Ahmad bin ‘Abbas bin Mujahid yang terkenal
dengan nama Ibn Mujahid. Beliaulah yang meringkas menjadi tujuh macam qira’at
[qira’ah sab’ah] yang disesuaikan tujuh imam qari’. Ada beberapa pertimbangan
mengapa Ibn Mujahid hanya memilih tujuh qira’at dari sekian banyak qira’at.
Ketujuh tokoh qira’at itu dipilihnya dengan pertimbangan bahwa merekalah yang
paling terkemuka, paling masyhur,paling bagus bacaannya, dan memiliki kedalaman
ilmu dan usia panjang. Yang takkalah penting adalah bahwa para beliau di
jadikan imam qira’at oleh masyarakat mereka masing-masing.
2.
Latar Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al-Ada’)
Menurut analisis
yang disampaikan Sayyid Ahmad Khalil,perbedaan qira’at itu bermula dari cara
seorang guru membacakan qira’at itu kepada murid-muridnya. Beberapa ulama
mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Qur’an itu sebagai
berikut:
a.
Perbedaan dalam i’rab atau harakat kalimat tanpa
perubahan makna dan bentuk kalimat. Misalnya pada firman Allah:
“...yaitu
orang-orang yang kikir,dan menyuruh orang lain berbuat kikir ...”(Q.S.An-nisa’[4]:37)
Kata Al-bakhl yang berarti kikir disini dapat dibaca
fathah pada huruf ba’nya sehingga dibaca “bi Al-bakhli”;dapat pula dibaca
dhammah pada ba’nya sehingga menjadi “bi Al-bukhli”.
b.
Perbedaan pada i’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga
mengubah maknanya. Misalnya pada firman Allah:
“Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami.”(Q.S.Saba’[34]:19)
Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah di atas adalah
ba’id karena statusnya sebagai fi’il amr; boleh juga dibaca ba’ada yang berarti
kedudukannya menjadi fi’il madhi, sehingga artinya telah menjauh.
c.
Perbedaan pada perubahan huruf antara perubahan i’rab dan
bentuk tulisannya, sementara maknanya berubah. Misalnya pada firman Allah:
“...dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu,kemudian
Kami menyusunnya kembali.”(Q.S.Al-Baqarah[2]:259)
Kata nunsyizuha (Kami menyusun kembali) yang ditulis
dengan menggunakan huruf za’diganti dengan huruf ra’ sehingga menjadi berbunyi
nunsyiruha yang berarti “Kami hidupkan kembali,”
d.
Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk
tulisannya, tetapi maknanya tidak berubah. Misalnya pada firman Allah:
“...dan gunung-gunung seperti bulu yang
dihambur-hamburkan.”(Q.S.Al-Qari’ah[101]:5)
Beberapa qira’at mengganti kata ka “al-‘ihin”dengan kata
ka “ash-shufi” sehingga yang mulanya bermakna “bulu-bulu” berubah menjadi
“bulu-bulu domba”. Perubahan seperti ini , berdasarkan ijma’ ulama tidak dibenarkan,karena
bertentangan dengan mushaf ‘Utsmani.
e.
Perbedaan pada kalimat di mana bentuk dan maknanya
berubah pula. Misalnya pada ungkapan thal’in mandhud menjadi thalhin mandhud.
f.
Perbedaan pada mendahulukan dan mengakhirkannya. Misalnya
pada firman Allah:
“Dan datanglah sakaratul maut dengan
sebenar-benarnya.”(Q.S.Qaf[50]:19)
Menurut suatu riwayat,Abu Bakar pernah membacanya menjadi
Wa ja’at sakrat Al-haqq bi Al-maut. Abu Bakar menggeser kata “al-maut”ke
belakang,sementara kata “al-haqq” dimajukan ke tempat yang ia geser ke
belakang. Setelah mengalami pergeseran ini,bila diterjemahkan kedalam bahasa
indonesia,kalimat itu menjadi: “Dan datanglah sekarat yang benar-benar dengan
kematian.”
C.
Sebab-sebab Perbedan Qira’at
Di antara sebab-sebab munculnya beberaa qira’at yang
berbeda adalah sebagai berikut.
1.
Perbedaan qira’at nabi. Nabi memakai beberapa versi
qira’at.
a)
Nabi membaca surat As-Sajdah (32) ayat 17
b)
Qira’ah versi mushaf ‘Utsmani
2.
Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qira’at yang
berlaku di kalangan kaum muslimin. Contohnya:
a)
Ketika seorang Hudzail membca di hadapan rosul atta hin padahal ia menghendaki hatta
hin, rosul pun membolehkannya sebab memang begitulah orang hudzail
mengucapkan dan menggunakannya.
b)
Ketika orang asadi membaca dihadapan rosul tiswaddu
wujuh,huruf “ta” ada kata “tiswaddu” di kasrahkan.dan alam i’had ilaikum,huruf
hamzah dari pada kata “i’had” atau (dikasrahkan),rusulpun membolehkannya.
c)
Ketika seorang tamim mengucapkan hamzah pada suatu kata
yang tidak diucapkan orang quraisy,rosulpun membolehkannya.
3.
Adanya riwayat dari para sahabat nabi menyangkut berbagai
versi qiraat yang ada
4.
Adanya lahjah atau dialek kebahasaan dikalangan bangsa
arab pada masa turunnya Al-Qur’an.
D.
Macam-macam Qiraat
1.
Dari Segi Kuantitas
Qira’ah
sab’ah (qira’ah tujuh).Maksud sab’ah adalah imam-imam qira’at yang tujuh.mereka
adalah
a.
Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120.H) dari Mekah .Ad-Dari
termasuk generasi tabiin. Qira’at yang ia riwayatkan diperbolehkan dari
Abdullah bin jubair dan lain-lain.Sahabat Rasulullah yang pernah ditemui
Ad-Dari,diantaranya Anas bin Malik,Abu Ayyub Al-Anshari,’Abdullah bin Abbas,dan
Abu Hurairah.
b.
Nafi,bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w.169.)dari
madinah.Tokoh ini belajar qira’at kepada 70 orang tabi’in.para tabi’in yang
menjadi gurunya itu belajar kepada Ubay bin ka’ab,’Abdullah bin ‘Abbas,daan Abu
Hurairah.
c.
‘Abdullah Al-Yahshibi, terkenal dengan sebutan Abu ‘Amir
Ad-Dimasyqi (w.118 H.) dari Syam. Tokoh tabiin ini sempat berjumpa dengan
sahabat rasulullah yng bernama Nu’man bin Basyir dan Wa’ilah bin Al-asyqa’.
Sebagian riwayat mengatakan bahwa ‘Abdullah Al- Yahshibi sempat berjumpa dengan
‘Utsman bin ‘Affan secara langsung.
d.
Abu ‘Amar (w.154 H.) dari Bashrah, Irak. Nama lengkapnya
adalah Zabban bin Al- A’la bin ‘Ammar. Ia meriwayatkan qira’at dari Mujahid bin
Jabr.
e.
Ya’qub (w.205 H.) dari Bashrah, irak. Nama lengkapnya
adalah Ibn Ishak Al-Hadhrami. Ya’qub belajar qira’at pada Salam bin Sulaiman
Al- Thawil yang mengambil qira’at dari ‘Ashim dan Abu Amar.
f.
Hamzah (w.188 H.) Nama lengkapnya adalah Ibn Habib
Az-Zayyat. Hamzah belajar qira’at pada Sulaiman bin Mahram Al-A’masy, dari
Yahya bin Watstsab, dari Dzar bin Hubaisy, dari ‘Utsman bin ‘Affan , ‘Ali bin
Abi Thalib, dan Ibn Mas’ud.
g.
Ashim. Nama lengkapnya adalah Ibn Abi An-Najub Al-Asadi
(w.127 H.) Ia belajar qira’at kepada Dzar bin Hubbaisy, dari ‘Abdullah bin
Mas’ud.
Qira’at ‘Asyarah (Qira’at Sepuluh). Yang dimaksud qira’at
sepuluh adalah qira’at tujuh yang telah disebutkan diatas ditambah dengan tiga
qira’at, yaitu
a) Abu Ja’far. Nama lengkapnya adalah Yazid
bin Al-Qa’qa Al-Makhzumi Al-Madani.
b) Ya’qub (117-205 H). Nama lengkapnya
adalah Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin ‘Abdullah bin Abu Ishaq Al-Hadhrami
Al-Bashri.
c) Khallaf bin Hisyam (w. 229 H.). Nama
lengkapnya adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al-Bazzaz
Al-Baghdadi.
Qira’at
‘Arba’at Asyrah (Qira’at Empat Belas). Yang dimaksud qira’at empat belas adalah
qira’at sepuluh yang telah di sebutkan di atas di tambah empat qira’at sebagai
berikut:
a) Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H.). Salah
seorang tabiin besar yang terkenal kezahidannya.
b) Muhammad bin ‘Abdirrahman , yang dikenal
dengan nama Ibn Mahishan (w. 123 H.). Ia adalah guru Abi ‘Amr.
c) Yahya’ bin Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi
Al-Baghdadi (w.202H.)
d) Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad
Asy-Syanbudz (w.388 H.)
2. Dari Segi Kualitas
Berdasarkan Al-Jazari,
qira’at dapat dikelompokkan dalam enam bagian
a) Qira’ah Mutawatir,yakni yang
diriwayatkkan oleh segolongan imam dari golongan lain yang tidak mungkin mereka
bersepakat untuk berdusta.
b) Qira’ah Masyhur,yakni yang shahih sanadnya,tetapi tidak sampai pada
kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf
‘Utsmani, dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.
c) Qira’ah ahad, yakni yang memiliki sanad
sahih,tetapi menyalahi tulisan mushaf ‘Utsmani dan kaidah bahasa Arab,dan tidak
dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.
d) Qira’ah Syadz (menyimpang),yakni yang sanadnya tidak
shahih.
e) Qira’at maudhu’ (palsu),yaitu yang dinisbatkan kepada pengucapnya tanpa
dasar.
f) Qira’at yang mempunyai jenis mudraj (sisipan)
dalam hadis,yaitu yang ditambahkan di dalam
qira’ah dengan maksud memberikan tafsir.[2]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Arti
qiraat adalah membaca atau suatu cara yang ditempuh oleh seorang imam qiraah
(qori’) yang dengannya ia berbeda dengan yang lainnya dalam hal membaca
al-qur’an, disertai dengan kecocokan riwayat-riwayat dan jalur-jalur darinya,
baik perbedaan itu dalam hal membaca atau mengucapkan huruf ataupun caranya.
Qiraat
berpengaruh pada penetapan hokum (istinbat)
B.
SARAN
Penulis
menyarankan, sebagai seorang muslim yang taat, hendaknya dapat mempelajari
al-qur’an tidak hanya dari permukaannya saja. Namun juga lebih mendalam. Karena
salah satu perbedaan tiap-tiap agama juga bergantung pada sumber hokum yang
dianutnya.
No comments:
Post a Comment