Friday 29 May 2015

BACAAN-BACAAN AL-QUR’AN



MAKALAH
BACAAN-BACAAN AL-QUR’AN
Mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Bp.Tolkhatul Khoir
Oleh :
Nur Hanifah 1402026002
Achmad Zamroni  1402026035
Izzatu Shulhiya 1402026020
Agung Pangestu 1402026028
Fakultas Syariah
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
TAHUN 2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
     Sebagai umat muslim, mempelajari al-qur’an merupakan kewajiban. Tidak hanya bisa membaca dan menulis ayat al-quran saja, pentingnya memahami bacaan-bacaan al-quran, latar belakang bacaan-bacaan al-qur’an, dan segala hal yang berkaitan dengan al-qu’ran juga menjadi hal yang penting dan tidak bias dipisahkan dari sisi kehidupan setiap muslim. Problema yang terjadi saat ini kebanyakan masyarakat muslim hanya menguasai ilmu tentang al-qur’an terlebih hanya menguasai secara tekstual. Banyak muslim yang biasa menggunakan dalil atau sumber hukum dari Al-Qur’an yang memang menjadi sumber hukum yang pertama namun tanpa didasari pengetahuan yang lebih mendalam mengenai AL-Qur’an, juga mengenai bacaan-bacaan dalam Al-Qur’an.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah tertera di atas maka rumusan masalah yang kita temukan dan kita ketahui adalah
1. Apa pengertian Qira’at atau bacaan-bacaan al-qur’an?
2. Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan Qira’at?
3. Apa sebab-sebab timbulnya bacaan-bacaan al-Qur’an?
4. Apa saja macam-macam bacaan dalam al-qur’an?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian bacaan-bacaan al-Qur’an (Qira’at)
     Berdasarkan pengertian etimologi (bahasa) “Qira’at” merupakan kata jadian (mashdar) dari kata kerja “qara’a” yang artinya adalah membaca. Sedangkan berdasarkan pengertian terminologi (istilah), maka ada beberapa definisi yangdiintrodusir ulama.[1]

1.      Menurut Az-Zarqani
Suatu madzhab yang dianut seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Al-Qur’an serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya,baik perbedan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun dalam pengucapan bentuk-bentuk.
2.      Menurut Ibn Al-Jazari
Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kataa-kata Al-Qur’an dan keragamannya dengan menyadarkan kepada orang yang memindahkannya.
3.      Menurut Ash-Shabuni
Qira’at adalah suatu madzhab cara pelafalan al-Qur’an yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambun kepada Rasullullah SAW.

     Perbedaan cara pendefinisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada beberapa cara melafalkan Al-Qur’an walaupun sama-sama berasal dari satu sumber,yaitu muhammad. Dengan demikian, ada tiga unsur qira’at yang dapat ditangkap dari definisi-definisi diatas,yaitu:
1.      Qira’at berkaitan dengan cara  pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan salah seorang imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
2.      Cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an itu berdasarkan atas riwayat bersambung kepada Nabi.Jadi,bersifat tauqifil,bukan ijtihadi.
3.      Ruang lingkup perbedaan Qira’at itu menyangkut persoalan lughat, hadzaf, i’rab, itsbat, fashl, wasl.


B.      Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at

1.      Latar Belakang  Historis
Qira’at sebenarnya telah muncul semenjak Nabi masih ada walaupun tentu saja pada sat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu.ada beberapa riwayat yang mendukung asumsi di atas:

a.       Suatu ketika ‘Umar bin Al-Khaththab berbeda pendapaat dengan Hisyam bin Hakim ketika membaca ayat Al-Qur’an.’Umar tidak puas terhadap bacaan Hisyam sewaktu ia membaca surat Al-furqan. Menurut ‘Umar bacaan Hisyam tidak benar dan bertentangan dengan apa yang diajarkan nabi kepadanya.Namun,Hisyam menegaskan pula bahwa bacaannya pun berasal dari Nabi.Sesuai sholat,Hisyam diajak menghadap Nabi seraya melaporkan peristiwa diatas.Nabi menyuruh Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat.setelah hisyam melakukannya nabi bersabda:
“memang begitulah Al-Qur’an diturunkan.sesungguhnya Al-qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf,maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari ke tujuh huruf itu”

b.      menurut catatan sejarah,timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabiin,yaitu pada awal II H.tatkala pada qari’ sudah bersebar dibeberapa pelosok.mereka lebih suka mengemukakan qiraat gurunya daripada mengikuti qira’at imam-imam lainnya.Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara turun-temurun dari guru ke guru,sehingga sampai kepada para imam qira’at,baik yang tujuh,sepuluh,atau yang empat belas. Kebijakan Abu Bakar Siddiq yang tidk mau memusnahkan mushaf-mushaf lin selain yang telah disusun Zaib bin Tsabit,seperti  mushafyang dimiliki Ibn Mas’ud,Abu Musa Al-Asy’ari,miqdad bin Amar,Ubay bin Ka’ab,dan Ali bin Abi Thalib,mempunyai andil besar dalam kemunculan qiraat yang kian beragam.Perlu dicatatbahba mushaf-mushaf itu tidak berbeda dengan yang disusun Zaid bin Tsabit dan kawan-kawannya,kecuali pada dua hal saja,yaitu kronologi surat dan sebagian bacaan yang merupakan penafsiran yang ditulis dengan lahjah tersendiri karena mushaf-mushaf itu merupakan catatan pribadi mereka masing-masing.
Orang yang pertama kali menyusun qira’at dalam satu kitab adalah Abu ‘Ubaidillah Al-Qasim bin salam [wafat.244 H]. Beliau telah mengumpulkan qira’at sebanyak kurang lebih 25 macam. Persoalan qira’at terus berkembang hingga masa Abu Bakar Ahmad bin ‘Abbas bin Mujahid yang terkenal dengan nama Ibn Mujahid. Beliaulah yang meringkas menjadi tujuh macam qira’at [qira’ah sab’ah] yang disesuaikan tujuh imam qari’. Ada beberapa pertimbangan mengapa Ibn Mujahid hanya memilih tujuh qira’at dari sekian banyak qira’at. Ketujuh tokoh qira’at itu dipilihnya dengan pertimbangan bahwa merekalah yang paling terkemuka, paling masyhur,paling bagus bacaannya, dan memiliki kedalaman ilmu dan usia panjang. Yang takkalah penting adalah bahwa para beliau di jadikan imam qira’at oleh masyarakat mereka masing-masing.

2.      Latar Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al-Ada’)
Menurut analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad Khalil,perbedaan qira’at itu bermula dari cara seorang guru membacakan qira’at itu kepada murid-muridnya. Beberapa ulama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut:
a.       Perbedaan dalam i’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat. Misalnya pada firman Allah:
 “...yaitu orang-orang yang kikir,dan menyuruh orang lain berbuat kikir ...”(Q.S.An-nisa’[4]:37)
Kata Al-bakhl yang berarti kikir disini dapat dibaca fathah pada huruf ba’nya sehingga dibaca “bi Al-bakhli”;dapat pula dibaca dhammah pada ba’nya sehingga menjadi “bi Al-bukhli”.
b.      Perbedaan pada i’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya. Misalnya pada firman Allah:
“Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami.”(Q.S.Saba’[34]:19)
Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah di atas adalah ba’id karena statusnya sebagai fi’il amr; boleh juga dibaca ba’ada yang berarti kedudukannya menjadi fi’il madhi, sehingga artinya telah menjauh.
c.       Perbedaan pada perubahan huruf antara perubahan i’rab dan bentuk tulisannya, sementara maknanya berubah. Misalnya pada firman Allah:
“...dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu,kemudian Kami menyusunnya kembali.”(Q.S.Al-Baqarah[2]:259)
Kata nunsyizuha (Kami menyusun kembali) yang ditulis dengan menggunakan huruf za’diganti dengan huruf ra’ sehingga menjadi berbunyi nunsyiruha yang berarti “Kami hidupkan kembali,”
d.      Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknanya tidak berubah. Misalnya pada firman Allah:
“...dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.”(Q.S.Al-Qari’ah[101]:5)
Beberapa qira’at mengganti kata ka “al-‘ihin”dengan kata ka “ash-shufi” sehingga yang mulanya bermakna “bulu-bulu” berubah menjadi “bulu-bulu domba”. Perubahan seperti ini , berdasarkan ijma’ ulama tidak dibenarkan,karena bertentangan dengan mushaf ‘Utsmani.
e.       Perbedaan pada kalimat di mana bentuk dan maknanya berubah pula. Misalnya pada ungkapan thal’in mandhud menjadi thalhin mandhud.
f.       Perbedaan pada mendahulukan dan mengakhirkannya. Misalnya pada firman Allah:
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(Q.S.Qaf[50]:19)
Menurut suatu riwayat,Abu Bakar pernah membacanya menjadi Wa ja’at sakrat Al-haqq bi Al-maut. Abu Bakar menggeser kata “al-maut”ke belakang,sementara kata “al-haqq” dimajukan ke tempat yang ia geser ke belakang. Setelah mengalami pergeseran ini,bila diterjemahkan kedalam bahasa indonesia,kalimat itu menjadi: “Dan datanglah sekarat yang benar-benar dengan kematian.”

C.    Sebab-sebab Perbedan Qira’at
Di antara sebab-sebab munculnya beberaa qira’at yang berbeda adalah sebagai berikut.
1.      Perbedaan qira’at nabi. Nabi memakai beberapa versi qira’at.
a)      Nabi membaca surat As-Sajdah (32) ayat 17
b)      Qira’ah versi mushaf ‘Utsmani
2.      Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qira’at yang berlaku di kalangan kaum muslimin. Contohnya:
a)      Ketika seorang Hudzail membca di hadapan rosul atta hin padahal ia menghendaki  hatta hin, rosul pun membolehkannya sebab memang begitulah orang hudzail mengucapkan dan menggunakannya.
b)      Ketika orang asadi membaca dihadapan rosul tiswaddu wujuh,huruf “ta” ada kata “tiswaddu” di kasrahkan.dan alam i’had ilaikum,huruf hamzah dari pada kata “i’had” atau (dikasrahkan),rusulpun membolehkannya.
c)      Ketika seorang tamim mengucapkan hamzah pada suatu kata yang tidak diucapkan orang quraisy,rosulpun membolehkannya.
3.      Adanya riwayat dari para sahabat nabi menyangkut berbagai versi qiraat yang ada
4.      Adanya lahjah atau dialek kebahasaan dikalangan bangsa arab pada masa turunnya Al-Qur’an.

D.    Macam-macam Qiraat

1.      Dari Segi Kuantitas
Qira’ah sab’ah (qira’ah tujuh).Maksud sab’ah adalah imam-imam qira’at yang tujuh.mereka adalah
a.       Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120.H) dari Mekah .Ad-Dari termasuk generasi tabiin. Qira’at yang ia riwayatkan diperbolehkan dari Abdullah bin jubair dan lain-lain.Sahabat Rasulullah yang pernah ditemui Ad-Dari,diantaranya Anas bin Malik,Abu Ayyub Al-Anshari,’Abdullah bin Abbas,dan Abu Hurairah.
b.      Nafi,bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w.169.)dari madinah.Tokoh ini belajar qira’at kepada 70 orang tabi’in.para tabi’in yang menjadi gurunya itu belajar kepada Ubay bin ka’ab,’Abdullah bin ‘Abbas,daan Abu Hurairah.
c.       ‘Abdullah Al-Yahshibi, terkenal dengan sebutan Abu ‘Amir Ad-Dimasyqi (w.118 H.) dari Syam. Tokoh tabiin ini sempat berjumpa dengan sahabat rasulullah yng bernama Nu’man bin Basyir dan Wa’ilah bin Al-asyqa’. Sebagian riwayat mengatakan bahwa ‘Abdullah Al- Yahshibi sempat berjumpa dengan ‘Utsman bin ‘Affan secara langsung.
d.      Abu ‘Amar (w.154 H.) dari Bashrah, Irak. Nama lengkapnya adalah Zabban bin Al- A’la bin ‘Ammar. Ia meriwayatkan qira’at dari Mujahid bin Jabr.
e.       Ya’qub (w.205 H.) dari Bashrah, irak. Nama lengkapnya adalah Ibn Ishak Al-Hadhrami. Ya’qub belajar qira’at pada Salam bin Sulaiman Al- Thawil yang mengambil qira’at dari ‘Ashim dan Abu Amar.
f.       Hamzah (w.188 H.) Nama lengkapnya adalah Ibn Habib Az-Zayyat. Hamzah belajar qira’at pada Sulaiman bin Mahram Al-A’masy, dari Yahya bin Watstsab, dari Dzar bin Hubaisy, dari ‘Utsman bin ‘Affan , ‘Ali bin Abi Thalib, dan Ibn Mas’ud.
g.      Ashim. Nama lengkapnya adalah Ibn Abi An-Najub Al-Asadi (w.127 H.) Ia belajar qira’at kepada Dzar bin Hubbaisy, dari ‘Abdullah bin Mas’ud.

Qira’at ‘Asyarah (Qira’at Sepuluh). Yang dimaksud qira’at sepuluh adalah qira’at tujuh yang telah disebutkan diatas ditambah dengan tiga qira’at, yaitu
a)      Abu Ja’far. Nama lengkapnya adalah Yazid bin Al-Qa’qa Al-Makhzumi Al-Madani.
b)      Ya’qub (117-205 H). Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin ‘Abdullah bin Abu Ishaq Al-Hadhrami Al-Bashri.
c)      Khallaf bin Hisyam (w. 229 H.). Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al-Bazzaz Al-Baghdadi.
                                                                                                                                 
Qira’at ‘Arba’at Asyrah (Qira’at Empat Belas). Yang dimaksud qira’at empat belas adalah qira’at sepuluh yang telah di sebutkan di atas di tambah empat qira’at sebagai berikut:
a)      Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H.). Salah seorang tabiin besar yang terkenal kezahidannya.
b)      Muhammad bin ‘Abdirrahman , yang dikenal dengan nama Ibn Mahishan (w. 123 H.). Ia adalah guru Abi ‘Amr.
c)      Yahya’ bin Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi Al-Baghdadi (w.202H.)
d)     Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz (w.388 H.)
   
2.      Dari Segi Kualitas
Berdasarkan Al-Jazari, qira’at dapat dikelompokkan dalam enam bagian
a)      Qira’ah Mutawatir,yakni yang diriwayatkkan oleh segolongan imam dari golongan lain yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta.
b)      Qira’ah Masyhur,yakni  yang shahih sanadnya,tetapi tidak sampai pada kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf ‘Utsmani, dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.
c)      Qira’ah ahad, yakni yang memiliki sanad sahih,tetapi menyalahi tulisan mushaf ‘Utsmani dan kaidah bahasa Arab,dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.
d)     Qira’ah Syadz  (menyimpang),yakni yang sanadnya tidak shahih.
e)      Qira’at maudhu’ (palsu),yaitu  yang dinisbatkan kepada pengucapnya tanpa dasar.
f)         Qira’at yang mempunyai jenis mudraj (sisipan) dalam hadis,yaitu yang ditambahkan di dalam  qira’ah dengan maksud memberikan tafsir.[2]




      



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Arti qiraat adalah membaca atau suatu cara yang ditempuh oleh seorang imam qiraah (qori’) yang dengannya ia berbeda dengan yang lainnya dalam hal membaca al-qur’an, disertai dengan kecocokan riwayat-riwayat dan jalur-jalur darinya, baik perbedaan itu dalam hal membaca atau mengucapkan huruf ataupun caranya.
Qiraat berpengaruh pada penetapan hokum (istinbat)

B.     SARAN
Penulis menyarankan, sebagai seorang muslim yang taat, hendaknya dapat mempelajari al-qur’an tidak hanya dari permukaannya saja. Namun juga lebih mendalam. Karena salah satu perbedaan tiap-tiap agama juga bergantung pada sumber hokum yang dianutnya.


[1] Muhamad ‘Abd Al azhim al-zarqani,Manahil Al-irfan,dar Al-Fikr, BeIrut, t.t. jilid I, hlm.412:Al Qathan
[2] Muhamad ‘Abd Al azhim al-zarqani, Manahil Al-‘Urfan Fi’Ulum Al-Qur’an, 2001, Jakarta : Gaya Media Pratama

No comments:

Post a Comment