Friday 12 June 2015

ISLAM DI SPANYOL (ANDALUSIA)



MAKALAH
ISLAM DI SPANYOL (ANDALUSIA)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu: Dr. Tolkhatul Khoir, M.Ag.
Oleh:
Akbar Azhari (1402026023)
Condro Mukti H (1402026029)
Zulfa Farida (1402026034)
Ahmad Zamroni (1402026035)

FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
 SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Sejarah Andalusia adalah kisah tentang kegemilangan kaum muslimin yang berhasil menaklukkan wilayah di benua Eropa, yang kemudian mengisinya dengan tinta emas kejayaan dan keunggulan peradabannya. Ketika wilayah Andalusia yang saat ini terletak di Spanyol dan sebagian kecil Portugal berada dibawah kekuasaan kaum muslimin, jejak-jejak kecemerlangan peradaban mereka menjadi rujukan bangsa-bangsa Eropa. Banyak ilmuan dan ulama’ yang ahli dalam berbagai bidang, yang kemudian menjadi pionir ilmu pengetahuan, serta menjadi acuan ilmuan-ilmuan tersebut.
Bagaimana awal masuknya Islam di Spanyol dan bagaimana perkembangan kebudayaan serta kemundurannya akan dijelaskan dalam makalah ini, sehingga dapat menambah wawasan bagaimana pada saat itu kejayaan Islam mampu berkuasa di benua Eropa Khususnya Spanyol (Andalusia).
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana awal berdirinya Islam di Spanyol?
2.      Siapakah raja-raja yang berkuasa di Spanyol?
3.      Bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam di Spanyol?
4.      Bagaimana faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol?




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Awal Berdirinya Islam di Spanyol
Negeri Andalusia pada hari ini terletak di Spanyol dan Portugal atau juga biasa dikenal sebagai Semenanjung Iberia[1], adalah Negara yang bentuknya mendekati sebuah segi lima, dengan luas sekitar 195.000 mil persegi. Untuk ukuran benua Eropa termasuk daratan urutan kedua terluas setelah Scandinavia. Andalusia sebagai sebuah Negara secara geografis berbatasan dengan pegunungan Pirenia dan Perancis di bagian Eropa Utara. Di sisi barat teluk Biscaye, sisi utara melingkar Samudra Atlantik. Di bagian selatan didindingi oleh jabal Thariq yang menjadi sekat dengan Maroko dan Aljazair. Di sisi timur terhampar laut tengah (Mediteranian Sea)[2].
Konon ada beberapa suku-suku kanibal yang berasal dari bagian Utara Scandinavia, dari kawasan Swedia, Denmark, Norwegia dan sekitarnya; mereka menyerang kawasan Andalusia dan hidup di sana dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu sejak tahun 406 M. Adapula yang berpendapat bahwa suku-suku itu datang dari wilayah Jerman. Kabilah-kabilah ini dikenal dengan nama suku-suku “Vandal” atau “Wandal” dalam Bahasa arab. Sehingga wilayah itupun dikenal sebagai “Vandalisia” mengikuti nama suku-suku yang hidup disana. Seiring perjalanan waktu, nama itupun berubah menjadi menjadi “Andalusia”. Suku-suku ini sendiri kemudian keluar meninggalkan Andalusia, yang kemudian dikuasai oleh kelompok-kelompok Kristen lainnya yang didalam sejarah dikenal dengan nama “Goth”, “Gothic”, atau “Goth Barat”. Mereka terus menguasai Andalusia hingga kehadiran kaum muslimin disana[3].
Sebelum penaklukann Islam, Spanyol mengalami berbagai guncangan, kerusakan sosial, kemunduran ekonomi dan ketidaksetabilan; sebagai akibat politik, sistem sosial dan kekuasaan yang rusak. Di Eropa sendiri waktu itu hidup dalam masa-masa kebodohan dan keterbelakangan yang luar biasa, yang biasa disebut dengan dengan masa kegelapan (dark age). Kezaliman adalah sistem yang berlaku disana. Para penguasa menguasai harta dan kekayaan negeri, sedang rakyatnya hidup dalam kemiskinan yang parah. Bahkan mereka diperjualbelikan dengan tanah. Moral benar-benar mengalami degradasi.
Sebelum menaklukkan Spanyol, umat Islam terlebih dahulu menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada zaman khalifah Abdul Malik (685-705 M). Afrika Utara dipimpin oleh seorang gubernur yaitu Husna Ibn Nu’man, kemudian diganti oleh Musa bin Nusyair. Mereka telah berhasil menaklukkan Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair dan Maroko. Mereka telah sampai ke ujung perbatasan terjauh kawasan Maroko dan tepian Laut Atlantik. Karena itu, tidak ada lagi pilihan di hadapan mereka untuk melanjutkan penaklukan tersebut kecuali dua jalan; mengarah kearah utara menyeberangi Selat Giblartar dan masuk ke Spanyol dan Portugis—keduanya adalah Andalusia pada waktu itu-, atau mengarah kea rah selatan masuk ke dalam jantung padang Sahara yang sangat luas tapi penduduknya sangat sedikit[4]. Tampaknya juga, tujuan umat islam menguasai Afrika Utara adalah membuka jalan untuk mengadakan ekspedisi lebih besar ke Spanyol karena dari Afrika Utara itulah, ekspedisi ke Spanyol lebih mudah dilakukan[5].
Tujuan penaklukan kaum muslimin sama sekali bukan untuk mencari wilayah atau kawasan baru, atau sekedar mengumpulkan sumberdaya bumi. Tujuan utama mereka adalah berdakwah di jalan Allah dan mengajarkan agama ini kepada manusia. Inilah yang menjadi tujuan utama seluruh penaklukan Islam. Dan hal itu dapat dikatakan terwujud di kawasan utara Afrika pada akhir-akhir tahun 80-anHijriyah. Karena itu, menjadi sangat wajar jika penaklukan-penaklukan Islam tersebut segera mengarah ke kawasan Andalusia saat itu, agar dakwah kepada Allah dapat tersampaikan untuk semuanya.
Ekspansi umat Islam ke Spanyol terjadi masa Al-Walid menjabat khalifah (705-715). Al-Walid mengizinkan gubernurnya untuk mengirimkan pasukan militer ke Spanyol. Pada awalnya, Musa bim Nusyair mengutus Thaif bin Malik untuk memimpin pasukan ekspedisi yang bertujuan menjajagi daerah-daerah sasaran. Musa bin Nusyair menugaskan Thariq bin Ziyad untuk memimpin pasukan tentara sebanyak 7.000 orang. Pada tahun 711 M, Thariq bin Ziyad berlayar melalui laut tengah menuju daratan Spanyol dan berhasil mendarat disebuah bukit yang kemudian diberi namaGilblaltar (Jabal Thariq).
Ketika Roderick (petinggi militer pada masa kekuasaan suku Gotich mengetahui bahwa Thariq dengan pasukannya telah memasuki negeri Spanyol, ia mengumpulkan pasukan penagkal sejumlah 25.000 tentara. Menyadari jumalah musuh yang jauh berbeda, Thariq meminta bantuan kepada Nusyair, akhirnya Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 12.000 tentara.
Pada hari minggu tanggal 18 Juli 711 M., kedua pasukan bertemu di danau Janda dekat mulut sungai Barbate. Pertemuan berlangsung selama 8 hari dan kemenangan berada di pihak Thariq. Tentara Thariq dalam pertempuran itu mendapat bantuan dari pasukan Roderick yang membelot, Thariq kemudian meneruskan penaklukan ke Toledo. Kemudian Archidona dan Granada dapat ditundukkan, dan satu detesemen yang dipimpin oleh Mughitr Ar-Rumi dapat menaklukan Cordova yang kemudian dijadikan ibukota pemerintahan Islam[6].
Setelah Spanyol dengan kota-kota pentingnya jatuh ke tangan unat Islam, sejak saat itu secara politik Spanyol berada di bawah kekuasaan khalifah Bani Umayah. Ketika dinasti Abbasiyah berkuasa, keluarga Umayah diburu dan disapu bersih. Mereka ditangkap dan dibunuh namun ada yang berhasil meloloskan diri dari usaha pengejaran dan pembunuhan tersebut[7]. Dialah Abdurrahman ibn Marwan seorang pangeran (amir) yang lari dari Irak dengan didampingi ajudannya yang bernama Baddar. Mengarungi gurun Syiria menuju Palestina, lalu menyeberangi gurun Sinai di Mesir, melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia.
Pada tahun 36 H (753 M), Abdurrahman mulai menyiapkan perbekalannya untuk memasuki Andalusia, diantaranya: pertama, mengutus budaknya yang bernama Badr ke Andalusia untuk mempelajari situasi dan mengetahui kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kekuasaan di sana. Saat itu, Andalusia menjadi ajang perebutan antara orang-orang Yaman, yang dipimpin oleh Abu Ash-Sabah Al-Yahshuby, dan orang-orang Qais, yang dipimpin Abu Jausyan Ash-Shumail bin Hatim, dan mereka inilahyang menjadi andalan pemerintahan yang diperintahkan Abdurrahman bin Yusuf Al-Fihr. Kedua, mengirim surat kepada pecinta Daulah Umawiyah di bumi Andalusia setelah ia mengetahui dari budaknya tentang siapa mereka. Ketiga, mengirim surat kepada semua orang Muawiyun di Andalusia tentang idenya kepada mereka, dan bahwa ia bermaksud memasuki Andalusia serta meminta bantuan mereka[8].
Begitu Abdurrahman memasuki Andalusia, mulailah ia mengumpulkan para pendukungnya, para pecinta Daulah Umawiyah, kabilah Berber dan beberapa kabilah yang menentang Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri. Pada saat yang sama juga juga sisa-sisa kerabat Bani Umayah yang melarikan diri ke Andalusia tiba dan bergabung dalam persekutuan yang telah dijalankan bersama orang-orang Yaman.
Sebelum terjadinya peperangan, Abdurrahman mengirim beberapa surat ke Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri meminta kesediannya secara baik-baik untuk menyerahkan kepemimpinan, dan Al-Fihri akan diangkatnya sebagai salah saeorang pejabat pentingnya di Andalusia. Tapi Yusuf Al-Fihri menolok hal tersebut dan menyiapkan pasukannya untuk memerangi Abdurrahman. Maka, pada bulan Dzulhijjah 138 H (Mei 756 M), terjadi pertempuran besar yang disebut dengan Musharah. Sebuah pertempuran yang sangat sengit terjadi anatara Al-Fihri  yang didukung oleh kabilah Qais di sisi, berhadapan dengan Abdurrahman yang sepenuhnya mengendalikan dukungan kabilah Yaman di sisi yang lain. Sebuah pertempuran hebat pun berlangsung. Abdurrahman berhasil memenangkan pertempuran, dan Al-Fihri pun melarikan diri.

B.       Raja-Raja yang Berkuasa
Kekhalifahan Umayah lainnya di Cordova Spanyol berlangsung 929-1031 M yang yang sebelumnya didahului oleh amir Umayyah yaitu 756-929 M. Raja-raja yang berkuasa pada masa dinasti Umayyah II ada 16 khalifah.
1.      Abdurrahman I bin Marwan ad-Dakhili (756-788 M)
2.      Hisyam I bin Abdurrahman (788-796 M)
3.      Al-Hakam I bin Hisyam (796-822 M)
4.      Abdurrahman II bin Hakam Al-Ausat (822-852 M)
5.      Muhammad I bin Abdurrahman (852-886 M)
6.      Al-Mundzir bin Muhammad (886-888 M)
7.      ‘Abdullah bin Muhammad (888-912 M)
8.      Abdurrahman III An-Nashir (912-929 M, menjadi khalifah 929-961 M)
9.      Al-Hakam II Al-Muntasir (961-976bM)
10.  Hisyam II al-Muayyad (976-1009 M, 1010-1013 M)
11.  Muhammad II (1009-1010 M)
12.  Sulaiman (1009-1010 M)
13.  Abdurrahman IV (1018)
14.  Abdurrahman V (1023 M)
15.  Muhammad III (1023-1025 M)
16.  Hisyam III al-Mu’tadhi (1027-1031 M)[9].
Abdurrahman I memulai babak baru dalam lembaran sejarah di Andalusia yakni mulailah membangun berbagai aspek kehidupan di Andalusia dan berhasil mendirikan kerajaan Umayah II Andalusia dan bergelar al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol/ sang penakluk).
Abdurrahman I mulai menata pemerintahannya setelah memproklamirkan berdirinya pemerintahan baru, dengan tidak menggunakan gelar khalifah tetapi ia menggunakan gelar amir. Gelar khalifah pertama kali digunakan gelar amir. Gelar khalifah pertama kali digunakan oleh Abdurrahman al-Nashir (Abdurrahman III) bersamaan dengan meninggalnya khalifah al-Muqtadir di Baghdad. Abdurrahman III memproklamirkan dirinya sebagai khalifah Umyyah dan amir al-mu’minin.
Pada masa Abdurrahman an-Nashir /Abdurrahman III Dinasti Umayyah II mencapai puncak kejayaan dan masih dipertahankan di bawah kepemimpinan Hakam II al-Munthasir (350-366 H /961-976 M). Dinasti umayyah mengalami kemerosotan setelah al-Malik ibn Muhammad dengan gelar al-Malik al-Mudhaffardiganti oleh Abd al-Rahman ibn Muhammad yang bergelar Malik al-Nashir lidinillah.

C.      Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Masuknya Islam di Spanyol pada permulaan abad ke-8 M telah membuka cakrawala baru dalam sejarah Islam. Dalam rentang waktu selama kurang lebih tujuh setengah abad, umat Islam di Spanyol telah mencapai kemajuan yang pesat, baik dari bidang ilmu pengetahuan maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat pada masa itu. Hal itu ditandai dengan banyaknya figur-figur ilmuwan yang cemerlang dibidangnya masing-masing sampai sekarang.
1.      Kemajuan intelektual
a.       Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M). tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh yang lain adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil disebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. pada akhir abad ke-12 muncul tokoh Ibn Rusyd dari Cordova (1126-1198 M).[10]
b.      Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, matematika, astronomi, kimia, dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas Ibn Farnas dikenal dalam bidang kimia dan astronomi, ialah orang pertama yang mengemukakan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya An-Naqqos dikenal karena bisa menentukan waktu terjadinya gerhana. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
c.       Fiqih
Dalam bidang Fiqih, Spanyol terkenal sebagai penganut Madzhab Maliki, yang memperkenalkan mazhab ini di Spanyol adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oeh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli Fiqih lainnya antara lain adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyat, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm. Kitab fiqih monumental yang masih digunakan sampai sekarang adalah Bidayatul Mujtahid, kitab tersebut adalah buah karya Ibn Rusyd, filosof dan ahli Fiqih Spanyol.[11]
d.      Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik, Spanyol mempunyai tokoh al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab dari Cordova. Zaryab adalah artis besar pada zamannya, siswa dari sekolah musik Ishak Al-Mausili dari Baghdad. Tokoh ini juga dikenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya ia turunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita dan budak-budak sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
e.       Bahasa dan Sastra
Bahasa arab dengan ketinggian sastra dan tata bahasanya telah mendorong lahirnya minat yang besar masyarakat Spanyol. Hal ini dibuktikan dengan dijadikan bahasa ini menjadi resmi, bahasa pengantar, bahasa ilmu pengetahuan, dan administrasi. Tokoh dan pakar dalam bidang bahasa dan sastra adalah Al-Qali dengan karyanya Al-kitab Al-Bari fi Al-Luqoh (Anwar G. Ghejne, 1974: 187), Az-Zubaidy, Ibn Malik ppengarang Alfiyah, ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ib Rabbih. Al-Dzakirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya Al-Fath ibn Khaqan, dan masih banyak lagi.
f.       Sejarah dan Geografi
Dalam bidang sejarah dan geografi, Spanyol Islam melahirkan penulis terkenal seperti Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim mediterania dan Sicilia Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai samudra Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan ibn Khaldun adalah perumus filsafat sejarah.[12]
Contoh lain dalam bidang ini adalah Tarikh Iftitah Al-Andalus, sebuah karya besar yang ditulis oleh Ibn Qutyah (Wafat tahun 977 M), iadilahirkan dan dibesarkan di Cordova. Selain itu juga, ada Ibn Hayyan yang buah karyanya masih eksis sampai sekarang, yaitu Al-Muqrabis fi Tarikh Ar-Rizal Al-Andalus (Philip K. Hitti, 1974: 565)
2.      Kemajuan Pembangunan Fisik
Dalam pembangunan fisik umat Islam di Spanyol telah membuat bangunan-bangunan fasilitas, seperti perpustakaan yang jumlahnya sangat banyak, gedung pertanian, jembatan-jembatan air, irigasi, roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah, dan lain-lain. Disamping itu masjid yang besar-besar dan megah serta tempat pemandian dan taman-taman yang kesemuanya dipersatukan dalam kota yang ditata dengan teratur (Abd Rochim, 1983: 113)
a.       Cordova
Cordova adalah ibukota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun diatas sungai yang mengalir ditengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi kota. Diseputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik kota.
Diantara kebanggan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala’I, terdapat 491 masjid di sana. Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Disekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat di minum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yag panjangnya 80 Km.
b.      Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Spanyol. Arsitek-arsitek bangunannya terkenal ke seluruh Eropa. Istana al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana al-Zahra, istana al-Gazar, menara Girilda, dan lain-lain.[13]

D.      Kemunduran dan Kehancuran
Suatu kebudayaan tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang diatas dan kadang dibawah, hal ini tentu telah menjadi hukum alam. Kekuasaan Islam di Spanyol telah banyak memberikan sumbangan yang tak ternilai harganya bagi peradaban dunia saat ini, tetapi imperium yang begitu besar akhirnya mengalami nasib yang sangat memilukan. Ada beberapa faktor penyebab kemunduran yang akhirnya membawa kehancuran Islam di Spanyol, antara lain:
1.      Munculnya Khafilah-khafilah yang Lemah
Masa kejayaan Islam di Spanyol dimulai dari periode Abd. Rahman III yang kemudian dilanjutkan oleh putranya, yaitu Hakam. Sang penguasa yang cinta ilmu pengetahuan dan kolektor buku serta pendiri perpustakaan (K.Ali, 1981: 311). Pada masa kedua penguasa tersebut, politik dan ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan. Keadaan negara yang stabil tidak dapat bertahan setelah Hakam II wafat dan digantikan Hisyam II yang baru berusia 11 Tahun. Dalam usia yang masih sangat muda itu, ia diharuskan memikul tanggungjawab yang amat besar. Karena tidak dapat menjalankan pemerintahan, jalannya pemerintahan dikendalikan oleh ibunya dengan dibantu oleh Muhammad Ibn Abi Umar yang ambisius dan haus kekuasaan.
Kemudian, sejak saat itulah khalifah hanya dijadikan boneka oleh Muhammad Ibn Abi Umar dan para penggantinya. Ketika umar wafat, digantikan oleh anaknya yaitu Abd. Malik Al-Muzaffar dan pengganti Muzaffar adalah Abd. Rahman, penguasa yang tidak punya kecakapan, gemar berfoya-foya, ia tidak disenangi rakyatnya, sehingga negara menjadi tidak stabil dan lambat laun mengalami kemunduran.[14]
2.      Konflik Islam dengan Kristen
Raja Alfonso VI berhasil menyatukan tiga kerajaan, yakni Asturias, Leon, dan Castilia.[15] Alfoso memanfaatkan setiap kesempatan untuk menguasai benteng-benteng di kota-kota. Satu per satu kota jatuh ke tangannya. Para penguasa Islam banyak yang merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan senjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada Abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
3.      Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Ditempat lain, para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidaknya sampai abad ke-10 M, kelompok etnis non Arab yang sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan kelompok besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping kurangnya figur yang menjadi personifikasi ideologi tersebut.
4.      Kesulitan Ekonomi
Diparuh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
5.      Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan muluk al-Thawaif (kerajaan-kerajaan kecil) muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol, jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella.
6.      Keterpencilan
Spanyol adalah semenanjung Iberia yang terdiri dari dataran tinggi kuno yang dibelah rangkaian pegunungan, yang dikepung sungai-sungai panjang dari timur ke barat. Dari kondisi geografisnya, Andalusia (Spanyol) cenderung pemerintahan yang di desentralisasi.[16] Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain, ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.






BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Islam yang pernah berkuasa di Eropa, khususnya Andalusia merupakan sejarah gemilang peradaban Islam dengan lembaran-lembarannya yang lebih dari 800 tahun dapat dianggap sebagai sebuah kejayaan yang hakiki, sebuah kejayaan yang sangat besar dalam bidang ilmu, pengalaman, dan pelajaran. Kejayaan yang kini sangat sulit untuk dapat terualang kembali oleh umat Islam.
Disetiap sebuah kebesaran dan kejayaan pasti ada perebutan kekuasaan dan konflik yang berkepanjangan hingga terjadi pertumpahan darah. Selain itu, hubbud dunia juga menjadi salah satu faktor besar kehancuran dan keruntuhan sebuah dinasti Islam besar penguasa Andalusia yang memiliki peradaban paling maju pada zamannya dan menjadi kiblat dunia. Alangkah baiknya jika sejarah besar ini menjadi acuan bagi umat Islam untuk kembali mengulangi kejayaan silam, bukan hanya menjadi kenangan dan kebanggaan sejarah yang tak akan ada gunanya jika hanya sebatas sejarah.

B.     SARAN
Dengan adanya makalah sejarah Islam di Andalusia dapat dijdikan sebuah pelajaran guna membangun lagi sebuah kejayaan dan peradaban Islam. Penulis menyadari keterbatasan penulis sehingga makalah ini jauh dari kata kesempurnaan baik dalam susunan kata maupun pembahasan yang terbatas. Oleh karena itu penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya.


DAFTAR PUSTAKA

As-Sirjani, Raghib. 2013. Bangkit Dan Runtuhnya Andalusia Jejak Kejayaan Peradaban Islam Di Spanyol. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
Ibrahim, A.2014. Qasim dan A. Saleh, Muhammad.Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta. Zaman.
Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam.Yogyakarta. Teras.
Mansur. 2004. Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta. Global Pustaka Utama.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung. Pustaka Setia.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta. Raja Grafindo Persada.




[1]Raghib As-Sirjani, Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA: Jejak Kejayaan Islam Di Spanyol, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 12.
[2]Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2004), Hlm. 39.
[3]Raghib As-Sirjani, Op.cit., hlm. 14.
[4]Ibid., hlm. 19.
[5]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 118.
[6]Ibid
[7]Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012) ,hlm. 85.
[8]Raghib As-Sirjani, Loc.cit., hlm. 161-163.
[9]Khoiriyah, Op. cit., hlm.122.
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000). hlm. 101.
[11]Dedi Supriyadi, Loc.Cit., hlm. 122.
[12]Badri Yatim, Op.cit., hlm. 102
[13]Ibid., hlm. 105.
[14] Dedi Supriyadi, Op.Cit., hlm. 124.
[15] Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta: Zaman, 2014), hlm. 530.
[16] Ibid., hlm. 513.

No comments:

Post a Comment