MAKALAH
IMAN KEPADA ALLAH
Mata Kuliah : Tauhid
Dosen pengampu : Drs. Miftah Ahmad
Fathoni, M.Ag
Oleh :
Nur
Hanifah 1402026002
Muhamad
Akmal L 1402026027
Ahmad
Zamroni 1402026035
Hukum Pidana dan Politik Islam
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang
Tahun
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Keimanan atau keyakinan merupakan
hal dasar setiap insan dalam beragama. Untuk melanjutkan sampai perbuatan atau
ibadah yang yang diajarkan oleh agama, akan selaras jika pondasi dasar dalam
hati sudah dibangun dengan keimanan yang kuat. Iman kepada Allah juga sebagai
point pertama umat Islam dalam mengabdikan dirinya sebagai pemeluk Agama yang
diajarkanoleh nabi Muhammad SAW. Pengertian tentang keimanan dan hal lain yang
berkaitan dengan iman sangat perlu dikembangkan lebih oleh para muslim untuk
dapat memahami dengan sempurna ajaran-ajaran islam.
Terkait keimanan kepada Allah,
sudah bukan hal asing jika sebagai muslim kita dituntut untuk mampu mempelajari
dan memahami apa arti iman kepada Allah. Dalam penulisan makalah ini akan coba
kita uraikan makna iman kepada Allah, juga bagimana kemahaesaan Allah yang
selama ini kita yakini bersama sebagai sifat Allah SWT. Kiranya tidak cukup
hanya sebatas pengucapan dibibir tentang kemahaesaan ataupun sifat-sifat Allah,
alangkah lebih baik dan merupakan kewajiban kita sekalian untuk mempelajari hal
tersebut.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang
sudah tertera di atas maka rumusan masalah yang kita temukan adalah:
1. Bagaimana arti iman kepada Allah?
2. Bagaimana bukti-bukti adanya Allah?
3. Bagaimana kemahaesaan Allah?
4. Bagaimana sifat-sifat dan perbuatan
Allah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti
iman kepada Allah
Mengimani
Allah artinya membenarkan dengan hati yang murni dan pasti tentang wujud
Dzat-Nya. Dialah al awwal wal akhiru, Dialah Zhahir di atas
segala-galanya sehingga tidak ada sesuatupun yang berada diatas-Nya. Dia juga
bathin sehingga tidak ada lagi yang dibawah-Nya, mahahidup, qayyum, Esa,
dan tempat berlindung.[1]
Seperti yang dijelaskan dalam surat Al Ikhlas: 1-4
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾
ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ
كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤
“Katakanlah: Dialah Allah,
Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia.”
Keimanan
itu merupakan ‘aqidah dan pokok, yang diatasnya berdiri syariat Islam. Kemudian
dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya. Perbuatan itu merupakan syariat dan
cabang-cabang yang dianggap sebagai buah yang keluar dari keimanan serta aqidah
itu. Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain akidah dan syariat. Keduanya
itu antara satu dengan yang lain sambung menyambung, berhubungan dan tidak
dapat berpisah satu dengan yang lainnya.[2]
B. Bukti-bukti
adanya Allah
Dijelaskan dalam buku Manifestasi-manifestasi
Ilahi bahwa metode yang paling baik ada dua cara:
1.
Mengenal diri kemanusiaan
Dijelaskan dalam surat Al Dzarriyat ayat 21:
وَفِي
أَنْفُسِكُمْ ۚأَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan didalam dirimu sendiri, tidakkah kalian
memperhatikan?”
2.
Memperhatikan cakrawala dan diri sendiri
Sebagaimana dalam firman Allah surat Fushshilat ayat
53:
سَنُرِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ
أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ
بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami dicakrawala dan didalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka
bahwa Dia-lah Yang Maha Benar (al-Haqq). Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Didalam
Al-qur’an banyak ayat tentang metode ini. Oleh karena itu, Allah memuji
orang-orang yang memperhatikan penciptaan langit dan bumi dan menyanjung
orang-orang yang memikirkan jejak-jejak tindakan dan eksistensi-Nya.[3]
Kemudian banyak sumber lain juga menyebutkan bukti adanya Allah. Apabila kita
hendak berbicara tentang bukti-bukti material, seperti:
1.
Makhluk. Dialah yang merupakan bukti nyata yang
sepanjang siang dan malam berada dihadapan kita, itu adalah perkara yang tidak
dapat dibantah oleh siapapun. Tidak ada orang yang bisa mengatakan (dengan
bukti yang masuk akal) bahwa langit dan bumi tercipta sesudah terciptanya
manusia, dalam arti bahwa manusia datang dengan tidak menemukan bumi sebgai
tempat tinggalnya, dan tanpa adanya matahari yang bercahaya, tanpa adanya siang
dan malam. Dengan demikian, maka dengan menggunakan akal saja sudah cukup untuk
membuktikan bahwa alam telah dicipta dan dipersiapkan bagi kehidupan manusia
sebelum manusia ada. Firman Allah:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit ! Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 29)
2.
Perjanjian. Kita mengetahui apa-apa yang dihalalkan
dan diharamkan Allah, dan kita juga mengetahui bagaimana kondisi hati manusia
pada umumnya terhadap apa yang diperbuatnya. Siapakah yang mengajari manusia
terlebih bisa memberikan perasaan cocok bagi kebaikan yang ada dalam manusia,
dan memberikan rasa gelisah dalam hati manusia. Itu semua karena kuasa sang
pencipta, disinilah diperlukan pentingnya beriman kepada Allah meskipun keberadaan
Allah merupakan hal yang Ghaib.
3.
Ayat-ayat Al-qur’an. Yang dimaksud adalah bahwa
dalam keadaan apapun didunia ini, maka ayat Al-qur’an ada. Bagi orang-orang
yang mampu berfikir dan mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah. Bahwa didalam
Al-qur’an telah diatur segalanya, baik dari hukum, aqidah, maupun ilmu
pengetahuan yang lain. Kemudian bentuk pengingkaran yang biasa dilakukan
manusia adalah mengklaim bahwa dirinya yang menciptakan, pada dasarnya manusia
hanyalah sekedar menemukan. Betapa besar kuasa Allah yang mampu menggantikan
dan menutupi siang dengan malam, begitupun sebaliknya.[4]
C. Kemahaesaan
Allah
Kemahaesaan Allah artinya wujud satu yang Haqq atas
keberadaan Allah tuhan semesta Allam, tidak ada yang menyamai wujud Allah SWT. Dalam agama islam dikenal istilah syahadat,
sebagai syarat yang utama ketika akan berpegang pada ajaran Islam, hal itu
sebagai wujud pengakuan terhadap kemahaesaan Allah. Selanjutnya dalil dalam
Al-qur’an yang menunjukkan kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah:
شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا
هُوَ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ قَآئِمًۢا بِٱلْقِسْطِ ۚ لَآ
إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasannya tidak ada tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.Ali Imran: 18)
Beberapa
kata-kata yang menjadi penegasan terhadap keesaan Allah, Tiada tuhan selain
Allah, kalimat tersebut menegaskan bahwa hanya Dia satu-satunya yang wajib
disembah. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-ikhlas bahwa Allah satu
dan Tidak ada sekutu bagi-Nya.[5]
Dijelaskan juga bahwa Allah merupakan Dzat yang Maha Esa, dalam Firman Allah
yang lain:
مَا اتَّخَذَ
اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَٰهٍ ۚإِذًا لَذَهَبَ كُلُّ
إِلَٰهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚسُبْحَانَ اللَّهِ
عَمَّا يَصِفُونَ
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan
(yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan besertaNya, setiap tuhan itu akan
membawa makhluk yang diciptakanNya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan
itu” (QS.Al
Mu’minun: 91)
Makna yang
terkandung dalam ayat tersebut adalah penolakan ibadah selain Allah dan
penetapan ibadah hanya kepadaNya. Tiada sekutu bagiNya dalam kekuasaanNya.
Syarat yang diperlukan agar kesaksian terhadap Allah mendatangkan manfaat bagi
yang mengucapkannya, adalah:
1.
Ilmu yang mencakup nafyan (penolakan) dan itsbatan
(penetapan)
2.
Keyakinan hati
3.
Kepatuhan, baik lahir maupun bathin
4.
Penerimaan, sedikitpun tidak menolak pada konsekuen
shahadat
5.
Keikhlasan dalam pelaksanaan
6.
Pembenaran dengan hati, bukan sekedar melalui lisan
7.
Mencintai islam dan umatnya, serta membela dan
melestarikan sesuai dengan kewajiban yang dituntut kesaksian tersebut.[6]
D. Sifat-sifat
dan perbuatan Allah
Pengetahuan terhadap sifat-sifat Allah dapat kita
pahami dengan mengetahui nama-nama Allah. Bahwa pengetahuan tentang nama-nama
Allah merupakan pengetahuan yang mulia dan mendalam dipuncak kesamaran, yang
mengunggulkan bapak kita (Adam a.s.) atas para malaikat.[7]
Allah berfirman:
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖأَيًّا مَا تَدْعُوا
فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚوَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ
بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: Serulah Allah atau serulah Rahman. Mana saja nama Tuhan yang
kamu semua seru, Dia adalah mempunyai nama-nama yang baik dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan
carilah jalan tengah diantara keduanya itu” (QS. Isra’: 110)
Nama-nama Allah
adalah nama-nama yang baik, karena itu kita dianjurkan untuk menyerukan
nama-nama Allah yang baik, adapun jumlah nama-nama Allah yang baik (Asmaul
Husna) itu ada sembilanpuluh sembilan nama.[8]
Sembilan puluh sembilan nama Allah, antara lain:
1.
Allah: lafazh yang mulia yang merupakan nama dari
Dzat Ilahi yang Maha Suci serta wajib adanya yang berhak memiliki semua macam
pujian dan sanjungan. Adapun nama-nama lain, maka setiap nama itu menunjukkan
suatu sifat Tuhan yang tertentu dan oleh sebab itu bolehlah dianggap sebagai
sifat bagi lafazh yang Maha Mulia ini (yakni Allah) atau boleh dijadikan
sebagai kata beritanya.
2.
Arrahman: Maha pengasih, pemberi kenikmatan yang
agung, pengasih didunia.
3.
Arrahim: maha penyayang, penyayang diakhirat.
4.
Almalik: maha merajai, mengatur kerajaanNya sesuai
dengan kehendaknya sendiri.
5.
Alqudus: maha suci, tersuci dari segala cela dan
kekurangan
6.
Assalam: maha menyelamatkan, pemberi keamanan dab
kesantausan pada seluruh makhlukNya
7.
Almu’min: maha pemelihara keamanan, yakni siapa yang
bersalah dari makhluknya itu benar-benar akan diberi siksa, sedang kepada yang
taat akan benar-benar dipenuhi janjiNya dengan pahala yang baik
8.
Almuhaimin: maha penjaga, memerintah, dan melindungi
segala sesuatu
9.
Al’Aziz: maha mulia, kuasa dan mampu untuk berbuat
sekehendakNya
10. Aljabbar: maha
perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala perintahNya serta
memperbaiki keadaan seluruh hambaNya
11. Almutakabbir:
maha megah, meyendiri dengan sifat keagungan dan kemegahanNya
12. Alkhalik: maha
pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga yang menakdirkan adanya
semua itu
13. Albari’: maha
pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya
14. Almushawwir:
maha pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeda
dengan lainnya.
15. Alghaffar:
maha pengampun, banyak pemberian maafNya dan menutupi dosa dan kesalahan.
Masih banyak nama-nama Allah yang lain yang sering
kita temukan didalam Al-qur’an, nama-nama Allah sekalgus menunjukkan dari
sifat-sifat Allah SWT. Dari Nama-nama Allah tersebut juga dapat kita ketahui
bagaimana perbuatan Allah. Namun, perbuatan Allah sebagai sang pencipta sangat
berbeda dengan sifat makhluk-makhluk Allah. Kemudian sifat-sifat Allah adalah:
1.
Sifat Wajib Allah
Sifat wajib Allah adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah sebagai
kesempurnaan bagi-Nya. Allah adalah Khaliq. Dzat yang memiliki sifat yang tidak
mungkin sama dengan sifat-sifat yang dimiliki makhluk-Nya. Dzat Allah tidak
bisa dibayangkan sebagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciri-Nya. Begitu juga sifat-sifatNya
tidak bisa disamakan dengan sifat Makhluknya. Sifat wajib Allah itu diyakini
melalui akal (wajib aqli) dan berdasarkan dalil naqli (Al-qur’an dan Hadist).
Sifat Wajib Allah adalah:
a. ﻭُﺟُﻮْﺩ : ada
b. ﻗِﺪَﻡْ : terdahulu
c. ﺑَﻘَﺎﺀ : kekal
d. ﻣُﺨَﺎﻟَﻔَﺘُﻪُ ﻟِﻠْﺤَﻮَﺍﺩِﺙِ : berbeda dengan makhluknya
e. ﻗِﻴَﺎﻣُﻪُ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ : berdiri sendiri
f. ﻭَﺣْﺪَﺍﻧِﻴَﺔِ : esa (satu)
g. ﻗُﺪْﺭَﺓِ : kuasa
h. ﺇِﺭَﺍﺩَﺓِ : berkehendak
(berkemauan)
i. ﻋِﻠْﻢٌ : mengetahui
j. ﺣَﻴَﺎﺓْ : hidup
k. ﺳَﻤَﻊ : mendengar
l. ﺑَﺼَﺮ : melihat
m. ﻛَﻼَ ﻡْ : berbicara
n. ﻗَﺎﺩِﺭًﺍ : berkuasa
o. ﻣُﺮِﻳْﺪًﺍ :
berkehendak menentukan
p. ﻋَﺎﻟِﻤًﺎ :
mengetahui
q. ﺣَﻴًّﺎ : hidup
r. ﺳَﻤِﻴْﻌًﺎ : mendengar
s. ﺑَﺼِﻴْﺭً : melihat
t. ﻣُﺘَﻜَﻠِّﻤًﺎ : berbicara
2.
Sifat Mustahil Allah
Sifat mustahil bagi Allah adalah sifat yang tidak layak dan tidak mungkin
ada pada Allah dan sekiranya terdapat sifat tersebut akan melemahkan derajat
Allah. Sifat Mustahil Allah adalah:
a. ﻋَﺪَﻡْ : tiada
b. ﺣُﺪُﻭْﺙْ : baru
c. ﻓَﻨَﺎﺀِ : berubah
d. ﻣُﻤَﺎﺛَﻠَﺘُﻪُ ﻟِﻠْﺤَﻮَﺍﺩِﺙِ : sama dengan makhluknya
e. ﻗِﻴَﺎﻣُﻪُ ﺑِﻐَﻴْﺮِﻩِ : berdiri-Nya dengan yang lain
f. ﺗَﻌَﺪُّﺩِ : lebih dari satu
g. ﻋَﺟْﺰٌ : lemah
h. ﻛَﺮَﺍﻫَﻪْ : tidak
berkemauan/terpaksa
i. ﺟَﻬْﻞٌ : bodoh
j. ﺍَﻟْﻤَﻮْﺕ : mati
k. ﺍﻟصُمُّمْ : tuli
l. ﺍﻟْﻌُﻤْﻲ : buta
m. ﺍﻟْﺑُﻜْﻢ : bisu
n. ﻋَﺎﺟِﺰًﺍ : lemah
o. مُكْرَهًا : tidak menentukan
p. ﺟَﺎﻫِﻼً : yang bodoh
q. ﻣَﻴِّتا : keadaannya yang
mati
r. ﺃَﺻَﻢَّ : tuli
s. ﺃَﻋْﻤَﻰ : keadaannya yang buta
t. ﺃَﺑْﻜَﻢ : bisu
3.
Sifat Jaiz Allah
Kata “Jaiz” menurut bahasa berarti “boleh”. Yang dimaksud dengan sifat
Jaiz bagi Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh pula tidak ada pada Allah.
Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada. Allah bebas
dengan kehendaknya sendiri tanpa ada yang menghendaki. Allah boleh saja tidak
menciptakan alam ini, jika Dia tidak menghendaki untuk menciptakannya. Sifat
jaiz bagi Allah adalah “Fi’lu Kulli Mumkinin Au tarkuhu” yang artinya: “Memperbuat
segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya”.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Arti iman kepada Allah artinya meyakini dengan
sepenuh hati akan keberadaan Allah SWT, keimanan seseorang juga sangat
memerlukan rasa yakin akan adanya Dzat yang ghaib, agar seseorang dapat
menerima Keberadaan tuhan yang maha Esa didunia ini. Untuk mengetahui akan
kuasa dan meyakini adanya Allah, maka perlu pemikiran terhadap apa yang telah
diciptakan Allah selaku sang khaliq. Dengan pembuktian mengenai alam semesta
dan apapun yang telah Allah ciptakan, bagi orang-orang yang beriman dan orang
yang mampu berfikir, maka hal ini bukan persoalan yang sangat sulit karena
didalam hatinya sudah tertanam keimanan terhadap Allah SWT.
Nama-nama untuk menyebut Al-quran antara lain
Al-kitab, Al-Furqon, Al-huda, Al-kalam, dan lain sebagainya. Kemudian hikmah
diturunkannya Al-quran adalah sebagai pejelasan yang sempurna dalam urusan
manusia, pemberi peringatan, mengetahui Allah SWT dan bagi orang-orang referensi
utama khususnya digunakan sebagai sumber hukum Islam, mengetahui Allah bagi
orang-orang yang berfikir. Dari beberapa hikmah yang ada dalam Al-quran semuanya
demi kebaikan manusia dalam menjalani kehidupannya.
B.
SARAN
Penulis menyarankan, perlunya
pembelajaran serius dan lebih mendalam terkait Aqidah dan keyakinan terhadap
Allah dan mengenai sifat-sifat Allah. Sehingga tidak ada lagi kesalahan
persepsi dalam mengartikan sifat-sifat Allah, terlebih bagi kita sekalian
selaku mahasiswa perguruan tinggi Islam yag digadang-gadang sebagai calon
penerus bangsa yang lebih unggul dalam bidang agama islam. Penulis juga
menyarankan kepada masyarakat luas untuk turut mempelajari atas materi yang
ada. Sehingga kita sama-sama tau terlebih materi dasar yang dibutuhkn dalam
keyakinan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Hakami, Syekh Hafizh. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah. Jakarta:
Gema Press.
Asy-Sya’rawi.
1997. Bukti-Bukti Adanya Allah. Jakarta: Gema Insani Press
Nursi,
Bediuzzaman Said. 2010. Misteri Keesaan Allah. Tkt: Erlangga.
Sabiq,
Sayid. 1996. Aqidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: Diponegoro.
Sadra,
Mulla. 2011. Manifestasi-Ma
[1] Syekh Hafizh Ahmad Al Hakami, Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal
Jamaah, (Jakarta:Gema Insani Press, 1994), hlm.79.
[2] Sayid Sabiq, Aqidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman,
(Bandung: Diponegoro, 1996), hlm.15.
[3] Mulla Sadra, Manifestasi-manifestasi Ilahi, (Jakarta: Sadra
Press, 2011), hlm.20.
[4] Mutawalli Asy-Sya’rawi, Bukti-bukti Adanya Allah, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1997). Hlm.13-72.
[5] Bediuzzaman Said Nursi, Misteri Keesaan Allah, (Tanpa kota
terbit: Erlangga, 2010), hlm.4-28
[6] Syekh Hafizh Ahmad Al Hakami, Loc.cit, 1994, hlm.55-56.
[7] Ibid, hlm.31.
[8] Sayid Sabiq, Loc.cit, 1996, hlm.39.
No comments:
Post a Comment