Tuesday 2 June 2015

IMAN KEPADA ALLAH



MAKALAH
IMAN KEPADA ALLAH
Mata Kuliah : Tauhid
Dosen pengampu : Drs. Miftah Ahmad Fathoni, M.Ag










Oleh :
Nur Hanifah                1402026002
Muhamad Akmal L     1402026027   
Ahmad Zamroni          1402026035
Hukum Pidana dan Politik Islam
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
                                                  Tahun 2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Keimanan atau keyakinan merupakan hal dasar setiap insan dalam beragama. Untuk melanjutkan sampai perbuatan atau ibadah yang yang diajarkan oleh agama, akan selaras jika pondasi dasar dalam hati sudah dibangun dengan keimanan yang kuat. Iman kepada Allah juga sebagai point pertama umat Islam dalam mengabdikan dirinya sebagai pemeluk Agama yang diajarkanoleh nabi Muhammad SAW. Pengertian tentang keimanan dan hal lain yang berkaitan dengan iman sangat perlu dikembangkan lebih oleh para muslim untuk dapat memahami dengan sempurna ajaran-ajaran islam.
Terkait keimanan kepada Allah, sudah bukan hal asing jika sebagai muslim kita dituntut untuk mampu mempelajari dan memahami apa arti iman kepada Allah. Dalam penulisan makalah ini akan coba kita uraikan makna iman kepada Allah, juga bagimana kemahaesaan Allah yang selama ini kita yakini bersama sebagai sifat Allah SWT. Kiranya tidak cukup hanya sebatas pengucapan dibibir tentang kemahaesaan ataupun sifat-sifat Allah, alangkah lebih baik dan merupakan kewajiban kita sekalian untuk mempelajari hal tersebut.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah tertera di atas maka rumusan masalah yang kita temukan adalah:
1.      Bagaimana arti iman kepada Allah?
2.      Bagaimana bukti-bukti adanya Allah?
3.      Bagaimana kemahaesaan Allah?
4.      Bagaimana sifat-sifat dan perbuatan Allah?






BAB II
PEMBAHASAN


A.    Arti iman kepada Allah
Mengimani Allah artinya membenarkan dengan hati yang murni dan pasti tentang wujud Dzat-Nya. Dialah al awwal wal akhiru, Dialah Zhahir di atas segala-galanya sehingga tidak ada sesuatupun yang berada diatas-Nya. Dia juga bathin sehingga tidak ada lagi yang dibawah-Nya, mahahidup, qayyum, Esa, dan tempat berlindung.[1] Seperti yang dijelaskan dalam surat Al Ikhlas: 1-4
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤
“Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Keimanan itu merupakan ‘aqidah dan pokok, yang diatasnya berdiri syariat Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya. Perbuatan itu merupakan syariat dan cabang-cabang yang dianggap sebagai buah yang keluar dari keimanan serta aqidah itu. Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain akidah dan syariat. Keduanya itu antara satu dengan yang lain sambung menyambung, berhubungan dan tidak dapat berpisah satu dengan yang lainnya.[2]
B.     Bukti-bukti adanya Allah
Dijelaskan dalam buku Manifestasi-manifestasi Ilahi bahwa metode yang paling baik ada dua cara:
1.      Mengenal diri kemanusiaan
Dijelaskan dalam surat Al Dzarriyat ayat 21:
وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚأَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan didalam dirimu sendiri, tidakkah kalian memperhatikan?”
2.      Memperhatikan cakrawala dan diri sendiri
Sebagaimana dalam firman Allah surat Fushshilat ayat 53:
سَنُرِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami dicakrawala dan didalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Dia-lah Yang Maha Benar (al-Haqq). Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Didalam Al-qur’an banyak ayat tentang metode ini. Oleh karena itu, Allah memuji orang-orang yang memperhatikan penciptaan langit dan bumi dan menyanjung orang-orang yang memikirkan jejak-jejak tindakan dan eksistensi-Nya.[3] Kemudian banyak sumber lain juga menyebutkan bukti adanya Allah. Apabila kita hendak berbicara tentang bukti-bukti material, seperti:
1.    Makhluk. Dialah yang merupakan bukti nyata yang sepanjang siang dan malam berada dihadapan kita, itu adalah perkara yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Tidak ada orang yang bisa mengatakan (dengan bukti yang masuk akal) bahwa langit dan bumi tercipta sesudah terciptanya manusia, dalam arti bahwa manusia datang dengan tidak menemukan bumi sebgai tempat tinggalnya, dan tanpa adanya matahari yang bercahaya, tanpa adanya siang dan malam. Dengan demikian, maka dengan menggunakan akal saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa alam telah dicipta dan dipersiapkan bagi kehidupan manusia sebelum manusia ada. Firman Allah:

 
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit ! Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 29)

2.    Perjanjian. Kita mengetahui apa-apa yang dihalalkan dan diharamkan Allah, dan kita juga mengetahui bagaimana kondisi hati manusia pada umumnya terhadap apa yang diperbuatnya. Siapakah yang mengajari manusia terlebih bisa memberikan perasaan cocok bagi kebaikan yang ada dalam manusia, dan memberikan rasa gelisah dalam hati manusia. Itu semua karena kuasa sang pencipta, disinilah diperlukan pentingnya beriman kepada Allah meskipun keberadaan Allah merupakan hal yang Ghaib.
3.    Ayat-ayat Al-qur’an. Yang dimaksud adalah bahwa dalam keadaan apapun didunia ini, maka ayat Al-qur’an ada. Bagi orang-orang yang mampu berfikir dan mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah. Bahwa didalam Al-qur’an telah diatur segalanya, baik dari hukum, aqidah, maupun ilmu pengetahuan yang lain. Kemudian bentuk pengingkaran yang biasa dilakukan manusia adalah mengklaim bahwa dirinya yang menciptakan, pada dasarnya manusia hanyalah sekedar menemukan. Betapa besar kuasa Allah yang mampu menggantikan dan menutupi siang dengan malam, begitupun sebaliknya.[4]


C.    Kemahaesaan Allah
Kemahaesaan Allah artinya wujud satu yang Haqq atas keberadaan Allah tuhan semesta Allam, tidak ada yang menyamai wujud Allah SWT.  Dalam agama islam dikenal istilah syahadat, sebagai syarat yang utama ketika akan berpegang pada ajaran Islam, hal itu sebagai wujud pengakuan terhadap kemahaesaan Allah. Selanjutnya dalil dalam Al-qur’an yang menunjukkan kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah:

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ قَآئِمًۢا بِٱلْقِسْطِ ۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasannya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.Ali Imran: 18)
Beberapa kata-kata yang menjadi penegasan terhadap keesaan Allah, Tiada tuhan selain Allah, kalimat tersebut menegaskan bahwa hanya Dia satu-satunya yang wajib disembah. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-ikhlas bahwa Allah satu dan Tidak ada sekutu bagi-Nya.[5] Dijelaskan juga bahwa Allah merupakan Dzat yang Maha Esa, dalam Firman Allah yang lain:
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَٰهٍ ۚإِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚسُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan besertaNya, setiap tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakanNya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu” (QS.Al Mu’minun: 91)
                        Makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah penolakan ibadah selain Allah dan penetapan ibadah hanya kepadaNya. Tiada sekutu bagiNya dalam kekuasaanNya. Syarat yang diperlukan agar kesaksian terhadap Allah mendatangkan manfaat bagi yang mengucapkannya, adalah:
1.    Ilmu yang mencakup nafyan (penolakan) dan itsbatan (penetapan)
2.    Keyakinan hati
3.    Kepatuhan, baik lahir maupun bathin
4.    Penerimaan, sedikitpun tidak menolak pada konsekuen shahadat
5.    Keikhlasan dalam pelaksanaan
6.    Pembenaran dengan hati, bukan sekedar melalui lisan
7.    Mencintai islam dan umatnya, serta membela dan melestarikan sesuai dengan kewajiban yang dituntut kesaksian tersebut.[6]

D.    Sifat-sifat dan perbuatan Allah
Pengetahuan terhadap sifat-sifat Allah dapat kita pahami dengan mengetahui nama-nama Allah. Bahwa pengetahuan tentang nama-nama Allah merupakan pengetahuan yang mulia dan mendalam dipuncak kesamaran, yang mengunggulkan bapak kita (Adam a.s.) atas para malaikat.[7] Allah berfirman:
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖأَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚوَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: Serulah Allah atau serulah Rahman. Mana saja nama Tuhan yang kamu semua seru, Dia adalah mempunyai nama-nama yang baik dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah diantara keduanya itu” (QS. Isra’: 110)

Nama-nama Allah adalah nama-nama yang baik, karena itu kita dianjurkan untuk menyerukan nama-nama Allah yang baik, adapun jumlah nama-nama Allah yang baik (Asmaul Husna) itu ada sembilanpuluh sembilan nama.[8] Sembilan puluh sembilan nama Allah, antara lain:
1.      Allah: lafazh yang mulia yang merupakan nama dari Dzat Ilahi yang Maha Suci serta wajib adanya yang berhak memiliki semua macam pujian dan sanjungan. Adapun nama-nama lain, maka setiap nama itu menunjukkan suatu sifat Tuhan yang tertentu dan oleh sebab itu bolehlah dianggap sebagai sifat bagi lafazh yang Maha Mulia ini (yakni Allah) atau boleh dijadikan sebagai kata beritanya.
2.      Arrahman: Maha pengasih, pemberi kenikmatan yang agung, pengasih didunia.
3.      Arrahim: maha penyayang, penyayang diakhirat.
4.      Almalik: maha merajai, mengatur kerajaanNya sesuai dengan kehendaknya sendiri.
5.      Alqudus: maha suci, tersuci dari segala cela dan kekurangan
6.      Assalam: maha menyelamatkan, pemberi keamanan dab kesantausan pada seluruh makhlukNya
7.      Almu’min: maha pemelihara keamanan, yakni siapa yang bersalah dari makhluknya itu benar-benar akan diberi siksa, sedang kepada yang taat akan benar-benar dipenuhi janjiNya dengan pahala yang baik
8.      Almuhaimin: maha penjaga, memerintah, dan melindungi segala sesuatu
9.      Al’Aziz: maha mulia, kuasa dan mampu untuk berbuat sekehendakNya
10.  Aljabbar: maha perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala perintahNya serta memperbaiki keadaan seluruh hambaNya
11.  Almutakabbir: maha megah, meyendiri dengan sifat keagungan dan kemegahanNya
12.  Alkhalik: maha pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga yang menakdirkan adanya semua itu
13.  Albari’: maha pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya
14.  Almushawwir: maha pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeda dengan lainnya.
15.  Alghaffar: maha pengampun, banyak pemberian maafNya dan menutupi dosa dan kesalahan.
Masih banyak nama-nama Allah yang lain yang sering kita temukan didalam Al-qur’an, nama-nama Allah sekalgus menunjukkan dari sifat-sifat Allah SWT. Dari Nama-nama Allah tersebut juga dapat kita ketahui bagaimana perbuatan Allah. Namun, perbuatan Allah sebagai sang pencipta sangat berbeda dengan sifat makhluk-makhluk Allah. Kemudian sifat-sifat Allah adalah:
1.    Sifat Wajib Allah
Sifat wajib Allah adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Allah adalah Khaliq. Dzat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama dengan sifat-sifat yang dimiliki makhluk-Nya. Dzat Allah tidak bisa dibayangkan sebagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciri-Nya. Begitu juga sifat-sifatNya tidak bisa disamakan dengan sifat Makhluknya. Sifat wajib Allah itu diyakini melalui akal (wajib aqli) dan berdasarkan dalil naqli (Al-qur’an dan Hadist). Sifat Wajib Allah adalah:
a.     ﻭُﺟُﻮْﺩ                        : ada
b.    ﻗِﺪَﻡْ                            : terdahulu
c.    ﺑَﻘَﺎﺀ                           : kekal
d.   ﻣُﺨَﺎﻟَﻔَﺘُﻪُ ﻟِﻠْﺤَﻮَﺍﺩِﺙِ           : berbeda dengan makhluknya
e.    ﻗِﻴَﺎﻣُﻪُ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ                  : berdiri sendiri
f.     ﻭَﺣْﺪَﺍﻧِﻴَﺔِ                      : esa (satu)
g.    ﻗُﺪْﺭَﺓِ                          : kuasa
h.    ﺇِﺭَﺍﺩَﺓِ                          : berkehendak (berkemauan)
i.      ﻋِﻠْﻢٌ                            : mengetahui
j.      ﺣَﻴَﺎﺓْ                          : hidup
k.    ﺳَﻤَﻊ                          : mendengar
l.      ﺑَﺼَﺮ                         : melihat
m.  ﻛَﻼَ ﻡْ                         : berbicara
n.    ﻗَﺎﺩِﺭًﺍ                          : berkuasa
o.    ﻣُﺮِﻳْﺪًﺍ                         : berkehendak menentukan
p.    ﻋَﺎﻟِﻤًﺎ                         : mengetahui
q.    ﺣَﻴًّﺎ                           : hidup
r.     ﺳَﻤِﻴْﻌًﺎ                                    : mendengar
s.     ﺑَﺼِﻴْﺭً                                    : melihat
t.     ﻣُﺘَﻜَﻠِّﻤًﺎ                        : berbicara

2.    Sifat Mustahil Allah
Sifat mustahil bagi Allah adalah sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah dan sekiranya terdapat sifat tersebut akan melemahkan derajat Allah. Sifat Mustahil Allah adalah:
a.    ﻋَﺪَﻡْ                           : tiada
b.    ﺣُﺪُﻭْﺙْ                        : baru
c.    ﻓَﻨَﺎﺀِ                           : berubah
d.   ﻣُﻤَﺎﺛَﻠَﺘُﻪُ ﻟِﻠْﺤَﻮَﺍﺩِﺙِ            : sama dengan makhluknya
e.    ﻗِﻴَﺎﻣُﻪُ ﺑِﻐَﻴْﺮِﻩِ                  : berdiri-Nya dengan yang lain
f.     ﺗَﻌَﺪُّﺩِ                           : lebih dari satu
g.    ﻋَﺟْﺰٌ                         : lemah
h.    ﻛَﺮَﺍﻫَﻪْ                        : tidak berkemauan/terpaksa
i.      ﺟَﻬْﻞٌ                          : bodoh
j.      ﺍَﻟْﻤَﻮْﺕ                        : mati
k.    ﺍﻟصُمُّمْ                        : tuli
l.      ﺍﻟْﻌُﻤْﻲ                         : buta
m.  ﺍﻟْﺑُﻜْﻢ                          : bisu
n.    ﻋَﺎﺟِﺰًﺍ                        : lemah
o.    مُكْرَهًا                        : tidak menentukan
p.    ﺟَﺎﻫِﻼً                                    : yang bodoh
q.    ﻣَﻴِّتا                           : keadaannya yang mati
r.     ﺃَﺻَﻢَّ                          : tuli
s.     ﺃَﻋْﻤَﻰ                         : keadaannya yang buta
t.     ﺃَﺑْﻜَﻢ                           : bisu

3.    Sifat Jaiz Allah
Kata “Jaiz” menurut bahasa berarti “boleh”. Yang dimaksud dengan sifat Jaiz bagi Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh pula tidak ada pada Allah. Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada. Allah bebas dengan kehendaknya sendiri tanpa ada yang menghendaki. Allah boleh saja tidak menciptakan alam ini, jika Dia tidak menghendaki untuk menciptakannya. Sifat jaiz bagi Allah adalah “Fi’lu Kulli Mumkinin Au tarkuhu” yang artinya: “Memperbuat segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya”.










BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Arti iman kepada Allah artinya meyakini dengan sepenuh hati akan keberadaan Allah SWT, keimanan seseorang juga sangat memerlukan rasa yakin akan adanya Dzat yang ghaib, agar seseorang dapat menerima Keberadaan tuhan yang maha Esa didunia ini. Untuk mengetahui akan kuasa dan meyakini adanya Allah, maka perlu pemikiran terhadap apa yang telah diciptakan Allah selaku sang khaliq. Dengan pembuktian mengenai alam semesta dan apapun yang telah Allah ciptakan, bagi orang-orang yang beriman dan orang yang mampu berfikir, maka hal ini bukan persoalan yang sangat sulit karena didalam hatinya sudah tertanam keimanan terhadap Allah SWT.
Nama-nama untuk menyebut Al-quran antara lain Al-kitab, Al-Furqon, Al-huda, Al-kalam, dan lain sebagainya. Kemudian hikmah diturunkannya Al-quran adalah sebagai pejelasan yang sempurna dalam urusan manusia, pemberi peringatan, mengetahui Allah SWT dan bagi orang-orang referensi utama khususnya digunakan sebagai sumber hukum Islam, mengetahui Allah bagi orang-orang yang berfikir. Dari beberapa hikmah yang ada dalam Al-quran semuanya demi kebaikan manusia dalam menjalani kehidupannya.

B.     SARAN
Penulis menyarankan, perlunya pembelajaran serius dan lebih mendalam terkait Aqidah dan keyakinan terhadap Allah dan mengenai sifat-sifat Allah. Sehingga tidak ada lagi kesalahan persepsi dalam mengartikan sifat-sifat Allah, terlebih bagi kita sekalian selaku mahasiswa perguruan tinggi Islam yag digadang-gadang sebagai calon penerus bangsa yang lebih unggul dalam bidang agama islam. Penulis juga menyarankan kepada masyarakat luas untuk turut mempelajari atas materi yang ada. Sehingga kita sama-sama tau terlebih materi dasar yang dibutuhkn dalam keyakinan kita semua.





DAFTAR PUSTAKA


Al Hakami, Syekh Hafizh. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah. Jakarta: Gema Press.
Asy-Sya’rawi. 1997. Bukti-Bukti Adanya Allah. Jakarta: Gema Insani Press
Nursi, Bediuzzaman Said. 2010. Misteri Keesaan Allah. Tkt: Erlangga.
Sabiq, Sayid. 1996. Aqidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: Diponegoro.
Sadra, Mulla. 2011. Manifestasi-Ma


[1] Syekh Hafizh Ahmad Al Hakami, Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta:Gema Insani Press, 1994), hlm.79.
[2] Sayid Sabiq, Aqidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman, (Bandung: Diponegoro, 1996), hlm.15.
[3] Mulla Sadra, Manifestasi-manifestasi Ilahi, (Jakarta: Sadra Press, 2011), hlm.20.
[4] Mutawalli Asy-Sya’rawi, Bukti-bukti Adanya Allah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997). Hlm.13-72.
[5] Bediuzzaman Said Nursi, Misteri Keesaan Allah, (Tanpa kota terbit: Erlangga, 2010), hlm.4-28
[6] Syekh Hafizh Ahmad Al Hakami, Loc.cit, 1994, hlm.55-56.
[7] Ibid, hlm.31.
[8] Sayid Sabiq, Loc.cit, 1996, hlm.39.

No comments:

Post a Comment